REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Periode konsultasi kisruh antara Indonesia dan Amerika Serikat di tingkat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) soal protes kebijakan importasi hortikultura akan berakhir hingga 10 Maret 2013. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krinamurthi mengatakan Australia, Selandia Baru, dan Kanada merupakan negara-negara yang diindikasi memihak terhadap protes yang dilontarkan Amerika Serikat (AS).
“Di dalam diplomasi internasional, meski sudah ada indikasi begitu, belum tentu jadi,” ujar Bayu, Jumat (1/2).
Ia mengatakan beberapa negara lain ternyata sudah membuat ‘ancang-ancang’ untuk juga melakukan protes soal kebijakan importasi hortikultura ini. Namun, kata Bayu, negara tersebut masih menunggu hasil dari masa konsultasi Indonesia dan AS yang sudah dimulai sejak 10 Januari 2013.
Dalam masa konsultasi ini, kedua negara akan berdialog untuk mencari titik permasalahan pengaduan. Jika konsultasi tidak mencapai sepakat, WTO akan segera menyelenggarakan panel. Dalam panel itu, akan dilihat pandangan dari berbagai negara terkait masalah ini.
Amerika mengadukan Indonesia kepada WTO terkait sulitnya untuk mengekspor produk hortikultura dan produk daging. Sulitnya mengekspor ke Indonesia ini dilatarbelakangi pembatasan pelabuhan masuk. Oleh Amerika dianggap sebagai sebuah pelanggaran aturan WTO yang menyatakan perdagangan secara bebas.
Sengketa AS dan Indonesia di WTO ini bukan kali pertama. Sebelumnya, Indonesia dan AS pernah bersengketa soal rokok kretek. Kasus ini berawal dari pemberlakuan Family Smoking Prevention and Tobacoo Control Act di AS. Undang-undang (UU) ini melarang produksi dan memperdagangkan rokok beraroma, termasuk rokok kretek dan rokok beraroma buah-buahan.
Namun, ketentuan itu mengecualikan rokok beraroma mentol produksi dalam negeri AS. Indonesia akhirnya menyeret kasus itu ke tim panel di Badan Penyelesaian Sengketa WTO (Dispute Settlement Body/DSB). Pada April lalu, WTO memenangkan gugatan Indonesia atas AS di tingkat banding dan panel.