REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi demi mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berulang kali diutarakan oleh sejumlah kalangan. Meskipun demikian, sampai saat ini pemerintah enggan memilih opsi tersebut. Akibatnya, pemerintah dinilai takut menaikkan harga BBM bersubsidi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa membantah anggapan tersebut. "Saya tidak suka kalau pemerintah dikatakan tidak mempunyai keberanian untuk menaikkan harga BBM (bersubsidi)," tuturnya kepada wartawan seusai mengikuti Rapat Kerja Pemerintah 2013 di JCC, Senin (28/1).
Hatta menjelaskan, pemerintah telah berkali-kali menaikkan harga BBM bersubsidi di tahun-tahun lampau. Bahkan dalam rentang waktu 2005 hingga 2008, harga BBM bersubsidi jenis Premium mengalami kenaikan dari Rp 2.400 menjadi Rp 6.000 per liter. Sebelum kembali ke harga saat ini yakni Rp 4.500 per liter.
"Sekarang, pertanyaannya apa kita sudah sampai pada kesimpulan untuk menyelamatkan APBN kita? kalau sudah sampai itu, baru kita lakukan," ujar Hatta.
Menurut Hatta, pengendalian menjadi opsi yang tepat untuk saat ini. Mengingat tingkat kebocoran akibat penyelundupan maupun pengoplosan mencapai 10 hingga 20 persen.
Opsi berikutnya adalah mendorong efisiensi dan diversifikasi gas secepatnya. "Jadi kalau sudah begitu kita lihat. Kalau tidak cukup baru kita pikirkan." kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Realisasi total kuota BBM bersubsidi dalam APBN-P 2012 mencapi 45,06 juta kiloliter (KL). Angka itu melonjak dari kuota di awal tahun sebesar 40 juta KL. Dalam APBN 2013, kuota untuk BBM bersubsidi mencapai 46,02 juta KL.