Rabu 23 Jan 2013 11:15 WIB

Realisasi Redenominasi Mendesak

Rep: Mutia Ramadhani / Red: Nidia Zuraya
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan kebutuhan penyederhanaan mata uang atau redenominasi diperkirakan terus meningkat, khususnya peningkatan efisiensi. Dengan redenominasi, jumlah digit Rupiah menjadi lebih sederhana, sehingga akan terjadi peningkatan efisiensi di sektor keuangan dan sektor riil.

Dengan redenominasi, penyelesaian dan pencatatan transaksi pun akan lebih singkat dan biayanya lebih murah. "Yang memperbesar kerisauan Indonesia adalah nilai nominal transaksi bayar membayar terbesar di BI dalam sistem //real time gross settlement// (RTGS) meningkat hingga tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir," kata Darmin dalam konsultasi publik redenominasi di Jakarta, Rabu (23/1).

Akhir 2012, nilai nominal transaksi melalui RTGS mencapai Rp 404 triliun per hari. Jumlah ini meningkat 187 persen dibandingkan Rp 141,9 triliun per hari pada 2009. Jika dikalikan 365 hari dalam setahun, maka nilainya akan dahsyat sekali.

Artinya, kata Darmin, ada sistem yang berat pada sistem informasi keuangan ke depan. Pasalnya, jika nilai nominal RTGS meningkat, maka semua perbankan di Indonesia juga akan mengalaminya.

Selama ini, Rupiah dipersepsikan bernilai sangat rendah dibandingkan negara lain di ASEAN. Pecahan Rp 100 ribu yang saat ini berlaku menempati posisi kedua terbesar di ASEAN setelah Vietnam dengan denominasi terbesar 500 ribu. "Jika Vietnam sudah menyiapkan redenominasinya, maka Indonesia akan mengambil posisi paling terbelakang," ujar Darmin.

Kajian akademis redehominasi oleh Indonesia sudah dilakukan sejak 2007. BI sudah menggali pendalaman dari beberapa negara yang berhasil melakukannya, seperti Turki, Romania, Polandia, dan Ukraina. N

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement