Selasa 01 Jan 2013 13:16 WIB

Rupiah Diprediksi Masih akan Tertekan

Rep: Mutia Ramadhani / Red: Djibril Muhammad
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang Rupiah di pasar valuta asing pada penutupan akhir tahun 2012 ada di kisaran Rp 9.670 - Rp 9.680 per dolar AS. Ini berarti Rupiah sudah menyentuh kurs tengah yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yaitu Rp 9.632 per dolar AS.

Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Ryan Kiryanto, memproyeksikan Rupiah 2013 masih akan bergerak di kisaran Rp 9.300 hingga Rp 9.600 per dolar AS. 

"Tahun ini (2013), Rupiah masih akan tertekan karena sentimen investor global terhadap mata uang Asia, termasuk Rupiah, yang dianggap lebih berisiko karena ketidakpastian ekonomi global 2013," kata Ryan dihubungi Republika,  Selasa (1/1). 

Ryan juga menyoroti rapor neraca perdagangan Indonesia yang memburuk sepanjang 2012. Pemerintah memperkirakan neraca perdagangan 2012 hanya surplus 0,56 miliar dolar AS. Ini jauh berbeda dari surplus 2011 yang mencapai 26,06 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan terus menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. 

Menurut Ryan, BI harus terus menjaga Rupiah agar tak terus jatuh, apalagi jika sampai menyentuh level Rp 10 ribu per dolar AS. BI berkomitmen menjaga nilai tukar Rupiah tak akan jauh dari level Rp 9.600 per dolar AS. Bank Sentral memproyeksikan inflasi akhir tahun ini secara total hanya akan ada di level 4,3 persen. 

BI juga sudah berkomitmen menjaga suku bunga acuan di level level 5,75 persen. Untuk pemerintah, Ryan menegaskan segenap kementerian harus lebih serius bekerja dan mengurangi berwacana. "Rakyat tunggu hasil kerjanya, bukan wacana saja," ujarnya.

Pelaksana tugas Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan melemahnya Rupiah juga untuk menekan pertumbuhan impor dan menggenjot ekspor. 

"Logikanya, Rupiah itu merefleksikan kondisi ekspor impor. Impor harus dikurangi supaya ekspornya menguat, sehingga Rupiah sedikit melemah," katanya dijumpai Republika

Hal tersebut juga untuk mengendalikan neraca perdagangan Indonesia. Defisit neraca perdagangan menekan nilai Rupiah sehingga menyebabkan beberapa hal. Di antaranya beban usaha perusahaan-perusahaan di dalam negeri akan terus naik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement