REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkirakan, nilai penawaran umum saham perdana (IPO) pada 2012 sekitar Rp 10 triliun atau lebih rendah dari pencapaian tahun sebelumnya yang senilai Rp 19,59 triliun.
"Ada krisis global. Selain itu, ada calon emiten yang menunda melakukan penawaran umum saham perdana karena tidak bertemu dengan harga saham yang diinginkan antara investor dan calon emiten," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen di Jakarta, Rabu (31/10).
Menurut dia, ekspektasi harga saham perdana lebih rendah oleh investor itu mendorong nilai penawaran saham perdana menjadi lebih kecil. Manajemen BEI memperkirakan nilai penawaran saham perdana sekitar Rp 10 triliun pada 2012.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 29 Oktober 2012, nilai penawaran saham perdana mencapai Rp 6,9 triliun. Sementara, total emisi Obligasi yang sudah tercatat sepanjang tahun 2012 sebanyak 45 emisi dari 38 emiten senilai Rp 49,081 triliun dan 20 juta dolar AS. Nilai 'rights issue' sekitar Rp 13,06 triliun.
Hoesen menambahkan, pihak BEI menargetkan 60 seri obligasi negara dan 50 emisi obligasi korporasi dapat dicatatkan di 2013. Jumlah pencatatan obligasi itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 42 emisi yang dicatatkan di BEI.
Ia mengatakan, penerbitan obligasi tengah dalam prospek positif mengingat laju inflasi dan tren suku bunga perbankan (BI rate) yang cenderung terjaga di level rendah.
Ia mengemukakan, saat ini sudah ada 22 perusahaan yang telah menyampaikan rencana untuk menerbitkan obligasi dimana 20 perusahaan di antaranya sudah mendapatkan kontrak pendahuluan. "Dua perusahaan lainnya sedang diproses untuk menerbitkan obligasi," katanya.