REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG---Para pengusaha Indonesia kalah bersaing dan kurang agresif membaca peluang usaha di Afrika karena selama ini hanya melihat hubungan bilateral politik dan pertahanan, sehingga perlu perubahan paradigma pada arah ekonomi. "Paradigma politik dan pertahanan dalam kaitan hubungan dengan Afrika harus diubah dengan cara pandang ekonomi," kata Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pelita Harapan (UPH) Karawaci Tangerang, Banten, Prof Aleksius Jemadu.
Menurut Jemadu, secara politik dan sejarah Indonesia memang memiliki kedekatan dengan Afrika, tapi secara ekonomi Indonesia masih ketinggalan dengan beberapa negara di Asean seperti Malaysia dan Thailand, apalagi dengan Cina.
Dia mengatakan, Thailand dan Malaysia lebih agresif memanfaatkan peluang usaha setelah Afrika bangkit dalam beberapa tahun belakangan ini.
Guru Besar Politik Internasional FISIP UPH itu menambahkan pandangan yang negatif tentang Afrika itu sudah saatnya diubah dan digantikan dengan cara pandang yang lebih positif dengan melihat potensi yang lain belum banyak digarap. "Perubahan cara pandang merupakan langkah awal yang diperlukan sebelum pemerintah Indonesia menggerakkan pelaku ekonomi swasta untuk melakukan ekspansi bisnis ke Afrika," katanya.
Namun pandangan bahwa umumnya masyarakat Indonesia lebih melihat kemajuan ekonomi barat seperti AS dan Uni Eropa serta kemajuan Jepang, hal itu dianggap keliru. Dia mengatakan, Malaysia mengambil peluang besar dari proyek energi di Afrika dan jauh tertinggal dengan Indonesia, demikian pula Thailand menanamkan bisnis pada sektor pertanian dan perkebunan.