Senin 12 Dec 2011 14:35 WIB

Dahlan: Kurangi Intervensi, BUMN Perlu Terbitkan Obligasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Menteri BUMN Dahlan Iskan mendorong perusahaan milik negara untuk menerbitkan obligasi sebagai cara untuk menghindari intervensi sekaligus meningkatkan transparansi pengelolaan korporasi.

"Kami mendorong BUMN agar lebih terbuka dan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dan benar (GCG), transparan dan akuntabilitas," kata Dahlan usai mengikuti memimpin diskusi bertajuk "Mengurangi Intervensi Lewat Obligasi. Alternatif Solusi Menuju Perusahaan Mandiri dan Profesional," di Gedung Pertamina, Jakarta, Senin (12/12).

Dahlan dalam acara tersebut bertindak sebagai moderator yang diikuti oleh sejumlah panelis antara lain Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Dirut Jasa Marga Frans Sunito, Dirut Bahana Sekuritas Eko Yuliantoro, Dirut Waskita Karya M Choliq.

Menurut Dahlan, dua tujuan perusahaan menerbitkan obligasi yaitu agar tercipta tata kelola yang lebih naik, juga menjadikan manajemen lebih profesional. "Mau tidak mau tata kelola sangat terbuka, karena sebelum menerbitkan surat utang perusahaan harus terlebih dahulu dirating dan harus baik. Kemudian harus mengikuti aturan pasar modal," ujarnya.

Ia menambahkan, protokol pasar modal menjadi acuan bagi setiap perusahaan yang menerbitkan obligasi dalam menjalankan korporasi. "Menerbitkan obligasi juga menjadi salah satu kriteria bahwa perusahaan tersebut sudah semakin terbuka. Karena segala sesuatunya harus dipertanggungjawabkan kepada publik," tegasnya.

Dengan demikian diutarakan mantan Dirut PLN ini, BUMN-BUMN tersebut sedikit banyak bisa terbebas dari intervensi. "Aturan-aturan yang ditetapkan pasar modal bisa membendung perusahaan dari praktik-praktik intervensi, karena di publik sudah tumbuh persepsi bahwa perusahaan yang bersangkutan sudah lebih transparan," tegasnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menuturkan dengan menerbitkan obligasi maka intervensi terhadap perusahaan semakin berkurang.

"Dulu Pertamina identik dengan sarang korupsi karena besarnya intervensi, namun sekarang sudah berubah dengan tata kelola perusahaan yang terus ditingkatkan sehingga lebih transparan meskipun Pertamina belum menjadi perusahaan publik," ujar Karen.

Sebagai perusahaan strategis Pertamina tidak terlepas dari kepentingan intervensi berbagai pihak, baik pemerintah, legislatif, eksekutif, maupun dari masyarakat.

"Makin terbuka suatu perusahaan maka akan meningkatkan fungsi 'check and balance' dari pemegang saham minoritas, peningkatan nilai perusahaan, serta bisa dengan cepat mendapatkan dana segar untuk pengembangan," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement