Kamis 13 Oct 2011 17:12 WIB

Jurus Impor Kentang ala Mendag Dinilai 'Terlalu Kreatif', Petani Lokal Jadi Korban

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Kentang Impor
Foto: Antara
Kentang Impor

JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) dinilai terlalu “kreatif” karena tak melibatkan Kementerian Pertanian dalam koordinasi melakukan impor kentang. Pendapat itu dilontarkan Ketua Bidang Kajian Strategis dan Advokasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia Yeka Hendra Fatika.

Stok kentang di luar negeri, kata Yeka sedang melimpah. Sehingga, harga kentang di luar negeri lebih murah. "Hal ini tentu saja menguntungkan importir-importir," ujarnya. Sebab, importir sudah memerkirakan penjualan kentang impor di dalam negeri akan besar-besaran karena harganya jauh lebih murah dari kentang lokal.

Ketua Umum Komisi IV DPR Romahurmuziy mengatakan membanjirnya kentang impor akibat ketidaktaatan aparatur pemerintah. “Kemendag seharusnya memerhatikan produksi kentang dalam negeri,” katanya saat dijumpai Republika di gedung MNC Jakarta, Rabu (13/10).

Ia mencontohkan, dalam pasal 74 Undang-Undang Hortikultura disebutkan, seluruh pemasar komoditas hortikultura, seperti kentang wajib mengutamakan kentang produksi dalam negeri. Sayangnya, kata Romi, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu tak menaatinya.

Produksi kentang dalam negeri, sebetulnya tak ada masalah. Hal tersebut, kata Yeka, menurut pengakuan petani-petani di Pengalengan, dan Dieng. Akibatnya, harga kentang lokal anjlok hingga 50 persen.

Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia Achmad Yakub mengatakan harga kentang di level petani di bawah Rp 4.000. “Padahal, harga kentang lokal idealnya Rp 5.000 – 5.500 perkg supaya petani balik modal,” katanya saat dihubungi Republika.

Kentang impor yang berasal dari China harganya bahkan lebih murah dari harga yang merugikan petani, yaitu rata-rata Rp 2.200 perkg. Akibatnya, petani kentang juga terlilit hutang akibat pendapatannya bahkan tak cukup untuk menutupi ongkos produksi.

Petani kentang yang sebagian besar lahannya menyewa, satu hektare (ha) menghabiskan Rp 54 juta untuk satu kali sewa dalam satu kali musim tanam. Jenis  hortikultura seperti kentang juga berisiko busuk tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement