Kamis 19 May 2011 17:10 WIB

Menkeu Siap Jalankan Skenario Kenaikan Harga BBM

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku telah telah memiliki kesiapan likuiditas menghadapi kemungkinan pembatasan subsidi BBM. Agus akan menjaga likuiditas karena hal itu dianggap sebagai risiko fiskal. Dia berharap Menteri ESDM memberi kepastian soal subdisi BBM itu.

"Terkait dengan upaya untuk membatasi BBM bersubsidi dan risiko yang terjadi karena ada lifting yang lebih rendah itu tentu menjadi perhatian daripada Menteri Keuangan, untuk kesiapan likuiditas tentu kita mempersiapkan dan menjaga itu karena itu kita anggap sebagai risiko fiskal," kata Agus di kantornya, Kamis (19/5).

Menurut Agus, Menteri ESDM diharap dapat menjalankan satu program yang membatasi subsidi, apakah dengan adanya penyesuaian harga BBM atau dengan pembatasan anggaran BBM bersubdisi. "Karena sesuai dengan UU APBN dimungkinkan untuk melakukan penyesuaian (harga) ataupun pembatasan anggaran," katanya.

Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan, harga Premium dan solar di Indonesia merupakan yang terendah di antara negara-negara Asia Timur, bahkan lebih rendah harganya dibanding Vietnam yang memiliki GDP per kapita separuh dari GDP per kapita Indonesia.

"Vietnam yang GDP per kapitanya masih separuh dari Indonesia mempunyai harga BBM yang cukup tinggi, kalau tidak salah mencapai satu dolar AS per liter," kata Bambang. Intinya, ujar dia, negara-negara lain sudah tidak lagi menggunakan subsidi harga untuk BBM-nya, sehingga harga BBM sudah dilepas mengikuti harga internasional.

Negara yang melepas harga BBM mengikuti harga internasional ini umumnya adalah importir minyak. Meskipun Indonesia memproduksi minyak, tapi Indonesia juga net importir. "Jadi, ketergantungan kita terhadap minyak impor juga masih tinggi," kata Bambang menegaskan.

"Harga saat ini yang disubsidi itu membuat kondisi Indonesia itu tidak pas dalam konteks perbandingan harga subsidi dengan pendapatan masyarakat itu sendiri, terutama kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain," ujar Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement