Selasa 29 Mar 2011 17:18 WIB

Target Lifting Minyak Tak Tercapai Lagi

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Target produksi atau lifting minyak Indonesia sebesar 970 ribu barel per hari (bph) tahun ini tak tercapai lagi. Meskipun sebenarnya, lifting minyak mengalami peningkatan. "Unfortunately (sayang sekali) lifting minyak kita tampaknya tidak akan tercapai dengan segala macam alasan yang bisa kita jelaskan," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Istana Bogor, Selasa (29/3).

Hatta mengatakan, akan ada penurunan produksi minyak sebanyak 10-20 ribu bph dengan berbagai persoalan dan kendala yang dihadapi Indonesia. Apabila produksi turun sebanyak itu, menurut dia, tentu pendapatan akan berkurang. Sehingga Indonesia, tidak bisa memanfaatkan kenaikan harga minyak dunia. "Karena lifting kita tidak meningkat, ini semua karena banyak persoalan-persoalan," kata Hatta.

Menurutnya, persoalan yang dihadapi oleh sektor migas adalah seperti kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang belum harmonis sehingga menimbulkan keruwetan dalam perizinan. Dikatakan Hatta, saat ini harga minyak Indonesia (ICP/Indonesia Crude Price) berada di 113,03 dolar AS per barel, atau lebih tinggi dari asumsi APBN yang hanya 80 dolar AS per barel.

"Kalau tidak ada bagi hasil dan juga sebagian masuk ke dana pendidikan nasional. Maka penerimaan masih positif dibanding spending," ujar dia.

Namun kini, masih diwaspadai second round effect dari sebuah kenaikan harga minyak yang besar sekali. "Tidak hanya sekedar sisi fiskal, tapi juga sektor riil perekonomian akan terkena dampaknya, pada transportasi dan kenaikan harga-harga," ujar dia.

Diluar minyak, Hatta menambahkan, tantangan berikutnya adalah harga pangan dunia yang meningkat terus. "Semua pangan dunia mengalami shortage mulai jagung, gandum, beras dan kedelai berakibat menggunakan cadangan dunia untuk memenuhi kebutuhan dunia dan diikuti dengan kenaikan harga yang luar biasa," ungkapnya.

Jagung, adalah pangan yang paling terkena shortage 14 persen. Hal ini mengakibatkan harga jagung meningkat luar biasa. "Kita bersyukur beras dunia  sedikit terkendali," paparnya.

Beras dalam negeri, kata Hatta, relatif menurun belum mencapai pada harga kenaikan year on year 2010-2011, yang kenaikannya sudah 12-14 persen. "Barangkali kita akan melihat suatu harga baru yang akan terbentuk di 2011 ini relatif lebih tinggi dari 2010," kata Hatta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement