Selasa 07 Feb 2017 02:31 WIB

Minyak Bojonegoro Dorong Pertumbuhan Ekonomi Jatim 2016

Rep: Binti Sholikah/ Red: Budi Raharjo
Sejumlah pekerja di kilang minyak mini yang dikelola PT Tri Wahana Universal (TWU) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (10/3).
Foto: Antara/Aguk Sudarmojo
Sejumlah pekerja di kilang minyak mini yang dikelola PT Tri Wahana Universal (TWU) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID SURABAYA -- Sektor pertambangan di Jatim mengalami pertumbuhan signifikan pada 2016. Sektor ini memberikan kontribusi sekitar 12,6 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, Teguh Pramono, mengatakan, perekonomian Jawa Timur pada 2016 tumbuh sebesar 5,55 persen. Dari sisi produksi, semua kategori mengalami pertumbuhan positif.

“Pertumbuhan tertinggi terjadi pada pertambangan dan penggalian sebesar 14,18 persen, diikuti penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 8,49 persen, informasi dan komunikasi sebesar 7,57 persen, jasa keuangan dan asuransi sebesar 6,99 persen, serta jasa pendidikan sebesar 5,97 persen,” kata Teguh dalam konferensi pers di kantor BPS Jatim, Surabaya, Senin (6/2).

Berdasarkan lapangan usaha, struktur perekonomian Jatim pada 2016 didominasi oleh tiga jenis, yakni industri pengolahan dengan kontribusi 28,92 persen; pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,31 persen; serta perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor sebesar 18,00 persen.

Pertumbuhan 5,55 persen tersebut jika dirinci sumber pertumbuhan berasal dari usaha industri pengolahan sebesar 1,33 persen, diikuti perdagangan besar-eceran dan reparasi sepeda motor sebesar 1,06 persen, pertambangan dan penggalian sebesar 0,70 persen, konstruksi sebesar 0,46 persen, dan usaha lainnya sebesar 1,99 persen.

Menurut Teguh, peran kategori pertambangan dan penggalian semakin meningkat sejak memasuki 2016. Hal ini terutama didorong oleh kinerja subkategori pertambangan minyak dan gas bumi yang meningkat signifikan. Sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim lebih baik dibandingkan 2015.

“Pertambangan tumbuh tinggi karena lifting minyak dari Bojonegoro tumbuh 19,9 persen, dari 30,8 juta barel menjadi 67,6 juta barel,” jelas Teguh.

PDRB Jatim atas dasar harga berlaku pada 2016 tercatat sebesar Rp 1.855,04 triliun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan mencapai Rp 1.405,24 triliun. Struktur PDRB Jatim menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku masih didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang kontribusinya mencapai 59,71 persen.

Disusul komponen pembentukan modal tetap bruto (PMBT) sebesar 28,75 persen, impor luar negeri sebesar 17,71 persen, ekspor luar negeri sebesar 14,21 persen, pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 6,33 persen, net ekspor antar daerah sebesar 7,03 persen, serta pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) sebesar 1,20 persen.

Meski demikian, konsumsi pemerintah di hampir seluruh kota/kabupaten di Jatim justru mengalami kontraksi pada kuartal IV-2016. Hal ini dipengaruhi pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah pusat. Secara keseluruhan, konsumsi pemerintah di Jatim mengalami kontraksi sebesar 7,01 persen.

“Biasanya di akhir tahun pengeluaran pemerintah digenjot. Tapi kuartal IV-2016 lebih rendah, artinya duitnya lebih sedikit karena faktor pengetatan anggaran,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement