Sabtu 07 Dec 2019 09:28 WIB

Saatnya Hentikan Fenomena Bakar Duit

Regulator perlu berperan dalam mengarahkan pengembangan ekonomi digital Indonesia.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Gita Amanda
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan sudah saatnya fenomena
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan sudah saatnya fenomena

    Baca Juga

  1. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena "bakar uang" melalui cashback, promo, diskon, oleh dompet-dompet digital disarankan segera dihentikan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan regulator perlu berperan dalam mengarahkan pengembangan ekonomi digital Indonesia.

    "Now or never, harus dihentikan (bakar uang), peran pemerintah sangat diperlukan, karena kalau ada apa-apa yang disalahkan ya regulator," kata dia di Jakarta, kemarin.

    Bhima menyampaikan perang bakar uang yang terjadi sekarang sudah tidak sehat. Karena yang dijual bukan inovasi teknologinya, melainkan insentif. Strategi tersebut dinilai punya banyak kelemahan.

    Sebenarnya ini dilakukan sebagai upaya mengubah perilaku agar membuat ketergantungan. Tapi, kata Bhima, perlu disadari bahwa ketika promo berkurang dan tidak ada investor baru, pengguna bisa kembali lagi ke transaksi tunai.

    Menurutnya, di era digital ini sudah tidak ada loyalitas konsumen sama sekali. Saat ada pemain baru yang bakar uang, pengguna akan berpindah dengan mudah. Bakar uang juga membuat bisnis tidak berkelanjutan.

    Di tengah kondisi ekonomi 2020 yang bergejolak model bisnis seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif. Persaingan usaha menjadi tidak sehat karena sulit masuknya pemain baru.

    "Kasian startup baru yang akhirnya harus kalah karena tidak ada investasi, tidak kuat bakar uang," katanya.

    Sehingga, keberlanjutan bisnis menjadi tidak sehat jika terus mengandalkan investasi. Disinyalir, belum ada start up yang sudah punya keuntungan dari bisnisnya karena model bisnis seperti ini.

    Bhima mengatakan Indonesia adalah salah satu negara yang paling tinggi tingkat bakar uangnya di Asia Tenggara, dan ini tidak normal. Ia meminta regulator segera mengembalikan ke arah yang benar, jika tidak ini bisa menjadi katastrop.

    "Ini sudah tidak sehat, ekonomi digital kita bukan ke arah yang benar, harusnya ke arah penguatan inovasinya," kata dia.

    Ia menyarankan startup perlu perluas kolaborasi dengan bank karena semakin banyak bank yang dijalin maka ekosistem akan semakin besar. Regulator juga disarankan mengeluarkan aturan batasan maksimum gelontorkan uang untuk dibakar.

    Indonesia harus belajar dari China yang sempat mengalami bencana karena terlalu masifnya perkembangan fintek sehingga tidak sehat. Jangan sampai ketika uang masyarakat sudah banyak tersedot, pondasi ekonomi digitalnya tidak kuat sehingga runtuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement