REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D Hadad mengatakan upaya untuk meningkatkan efisiensi perbankan bisa dilakukan dengan mengurangi biaya overhead atau biaya umum yang selama ini masih cukup tinggi. "Dari tiga komponen pembentuk suku bunga dasar kredit (SBDK), biaya overhead paling mungkin untuk ditekan dan itu bisa dilakukan," kata Muliaman di Surabaya, Ahad (20/3).
Perhitungan SBDK merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit atau HPDK, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit dan margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. Dijelaskan Muliaman, BI terus mendorong peningkatan efisiensi perbankan yang sangat diperlukan dalam memperkuat ketahanan perbankan agar bisa bersaing lebih baik di tengah kondisi ekonomi global yang belum pasti.
"Dengan industri perbankan yang punya daya tahan baik, kita tidak perlu khawatir kondisi perekonomian dunia yang belum pasti ini bisa mempengaruhi perbankan kita," katanya.
Kebijakan BI mengenai pengaturan publikasi SBDK yang akan dimulai 31 Maret mendatang, menurut Muliaman diharapkan akan meningkatkan efisiensi perbankan, karena akan mendorong persaingan perbankan. Sebelumnya KPPU melihat industri perbankan Indonesia masih menghadapi masalah inefisiensi yang terlihat dari tingginya net interest margin (NIM) yaitu sekitar 5,8 persen per Desember 2010. Padahal NIM di Malaysia, Singapura, dan Filipina rata-rata 2,2 persen -4,5 persen.
Tidak hanya itu, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) di Indonesia masih sebesar 81,6 persen, sementara ketiga negara tersebut rata-rata 32,7 persen -73,1 persen. Melihat ini semua, KPPU menilai produk dan jasa perbankan di Indonesia bersifat heterogen dan bentuk pasarnya diduga sudah mengarah kepada struktur persaingan monopolistis.
Dalam kondisi tersebut produk perbankan sangat tersegmentasi dan masing-masing bank masih memiliki market power walau jumlah bank masih relatif banyak.