REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN - Pengamat ekonomi Sumut, Jhon Tafbu Ritonga menilai pemerintah Indonesia harus banyak belajar dari Malaysia untuk memajukan negaranya khususnya dalam merangkul pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur dan adanya kepastian hukum. Dia menyatakan itu usai Seminar Seri Perencanaan Pembangunan yang digelar Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) di Fakultas Ekonomi USU dengan pembicara ekonom dari Universitas Kebangsaan Malaysia, Prof Dr Abdul Ghafar, Rabu (16/3).
Menurut dia, dalam menjalankan program pembangunannya, pemerintah Indonesia justru lebih bernuansa politik atau mementingkan keuntungan kelompoknya ketimbang mempertimbangkan untuk kepentingan rakyat seperti yang dilakukan Pemerintah Malaysia. Bahkan, kata dia, pemerintah cenderung tidak serius terhadap rencana pembangunan yang sebelumnya ditetapkan khususnya dalam infrastruktur.
Padahal, kata jhon yang Dekan Fakultas Ekonomi USU itu, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi bisa dicapai karena memadainya infrastruktur seperti di era 1969- 1994. Dia memberi contoh, fasilitas infrastruktur yang dinikmati dewasa ini masih merupakan pembangunan di masa orde baru. "Infrastruktur di zaman reformasi masih bisa dihitung dengan jari, sementara pemerintah masih tidak serius untuk merangkul swasta seperti yang dilakukan negara lain seperti Malaysia," katanya.
Kondisi itu semakin memprihatinkan, karena pada praktiknya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang harus menjadi pengontrol kinerja eksekutif justru akhirnya 'semeja' dengan eksekutif. DPR misalnya cepat menyetujui target rencana pembangunan jangka menengah nasional dalam APBN dan APBN-P yang sebelumnya sudah ditetapkan pemerintah.
Termasuk dengan mudah menyetujui target penurunan pertumbuhan ekonomi dikala pemerintah melihat target yang dibuat sebelumya diperkirakan tidak tercapai. "Tidak heran kalau Indonesia selalu kalah dengan Malaysia, Malaysia misalnya menargetkan sudah tumbuh menjadi negara maju di 2020, sedangkan Indonesia memperhitungkan baru mampu di 2030," kata Jhon.
Ekonom dari Universitas Kebangsaan Malaysia, Prof Dr Abdul Ghafar Ismail, mengakui, Pemerintah Malaysia menyadari betul bahwa tanpa dukungan swasta untuk membangun infrastruktur akan sangat sulit. Karena itu, kata dia, dalam menetapkan rencana pembangunannya pemerintah Malaysia selalu mengikutsertakan swasta sebagai mitranya dan kebijakan itu memang dijalankan secara benar-benar.
Langkah itu, kata Abdul Ghafar, dimaksudkan pemerintah untuk bisa mencapai target negara itu sebagai negara maju pada 2020. Untuk mencapai menjadi negara maju itu, pertumbuhan ekonominya setiap tahun harus mencapai delapan persen per tahun, dimana itu hanya bisa dicapai dengan infrastrukur yang memadai.