Senin 14 Mar 2011 17:35 WIB

Menkeu Khawatir Pemulihan Jepang Berlangsung Lambat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengkhawatirkan perekonomian Jepang yang sedang melemah, sehingga membuat lembaga pemeringkat Moody's menurunkan peringkat utang menjadi negatif, dapat mengakibatkan pemulihan negara tersebut berlangsung lambat. "Jepang itu butuh dana untuk rekonstruksi dan rehabilitasi itu kita paham, tapi kita juga tahu kondisi Jepang itu ratingnya kan baru diturunkan satu dua bulan terakhir ini," ujarnya di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, saat ini total utang di negara itu mencapai 200 persen dari produk domestik bruto (PDB) dibandingkan di Indonesia yang baru mencapai 26 persen dari PDB. Untuk itu, menurut dia, kondisi tersebut patut diwaspadai. "Salah satu yang buat ratingnya turun adalah karena total public debt terhadap GDPnya tinggi dan itu ada diatas 200 persen. Sedangkan di Indonesia sebagai contoh kita punya debt to GDP ada dikisaran 26 persen. Kondisi itu yang perlu kita waspadai," ujarnya.

Menkeu belum dapat memastikan dan berkomentar mengenai realisasi penyerapan obligasi berdenominasi Yen atau Samurai Bond terkait musibah bencana alam gempa bumi berkekuatan 8,9 skala ritcher tersebut. Sebelumnya, pada Selasa (22/2), Lembaga pemeringkat Moody's International Services menurunkan outlook utang luar negeri Jepang menjadi "negatif" yang didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah Jepang dinilai tidak cukup kuat mengatasi defisit.

"Ini merupakan kali kedua peringkat utang Jepang diturunkan setelah pada Januari lembaga pemeringkat lainnya yakni Standard & Poor's (S&P) juga memangkas rating Jepang untuk pertama kalinya sejak 2002," ujarnya. Saat itu S&P menilai Jepang kehilangan strategi yang realistis dalam upaya meringankan besarnya utang pemerintah.

Moody's sebelumnya mempertahankan outlook "stabil" dengan rating "Aa2" yang merupakan peringkat ketiga tertinggi dari 19 skala pengukuran rating utang. "(Penurunan) peringkat merupakan aksi dari semakin besarnya perhatian pada ekonomi dan kebijakan fiskal yang tidak cukup kuat dari pemerintah, termasuk target pengurangan defisit. Jepang saat ini memiliki utang di atas level negara maju lainnya," kata Moody's dalam pernyataannya yang dikutip dari AFP.

Saat ini utang Jepang diperkirakan mencapai 200 persen dari produk domestik bruto (PDB) setelah pemerintah mengucurkan triliunan yen untuk membantu perekonomian yang sakit karena krisis keuangan global. Namun, cepatnya populasi usia tua dan deflasi yang terus terjadi, membuat ekonomi Jepang tetap lemah sehingga para pembuat kebijakan mencegah mengucurnya pinjaman.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement