REPUBLIKA.CO.ID, CIPONDOH - Harga Kedelai yang kembali merangkak naik membuat para produsen tempe-tahu semakin merugi. Harga kedelai yang telah mencapai harga Rp 6.300 per kilo membuat para produsen tempe-tahu semakin mengurangi bahan kedelai untuk produksinya.
Tono (49) seorang produsen tempe di kelurahan Gondrong, Cipondoh saat ditemui Republika Selasa (15/2) mengeluhkan kenaikan harga tersebut. "Dengan harga yang sekarang tidak ada uang sisa yang bisa simpan, untung hanya bisa untuk makan dan produksi kedepan saja," keluh Tono.
Tono juga semakin mengurangi kadar kedelai dalam produksi tempenya, tempe yang dulunya membutuhkan sekilo kedelai untuk memproduksi satu papan tempe. Sekarang ia hanya menggunakan tujuh ons kedelai untuk satu papan tempe. "Kalau kita mau bertahan solusinya hanya mengurangi kedelai dalam tempe, kalau dulu satu kuintal untuk 18 papan tempe, sekarang paling bisa lebih. Tujuannya agar bisa dipakai banyak dan jumlah produksi tempe tetap tidak berkurang," ujarnya.
Tono menambahkan, sekarang saja walau produksi tetap dengan harga kedelai Rp 6.300, produsen sudah tidak ada untung. Apalagi kalau kita harus mengurangi jumlah produksi, bisa-bisa kita tutup. "Keuntungan bersih sekarang per harinya hanya 50 ribu, itu hanya cukup untuk makan saja. kalau keuntungan kotornya paling 100 ribu, tapi kan itu arus dikurang dengan bahan lain seperti plastik, ragi, dan lainnya," ujarnya.
Sementara Bambang (40) seorang produsen tahu rumahan, bahkan ia telah merumahkan seorang karyawannya akibat kenaikan harga kedelai yang terus tinggi ini. "Saya terpaksa merumahkan seorang dari dua karyawan saya, karena saya sudah tidak mampu membayar gajinya. Saya sekarang hanya bisa mengurangi ukuran tahu saya dari ukuran biasa, dulu saya memproduksi tahu membutuhkan 50 Kg kedelai sekarang hanya 40 Kg kedelai," tuturnya.
Saroni, Ketua Koperasi Pengrajin Tempe-tahu Kabupaten Tangerang saat ditemui Republika di Cipondoh, mengatakan, sangat prihatin dengan kondisi para pengrajin tempe-tahu. Ia juga mengatakan, kita sudah beberapa kali menemui Pemerintah dalam hal ini Kabupaten bahkan Pusat. Namun mereka hanya bisa mendukung agar para produsen ini tidak gulung tikar.
"Tampaknya tidak ada strategi khusus yang disiapkan pemerintah untuk menangani kenaikan harga kedelai yang terjadi terus-menerus ini," ujarnya.
Bersamaan dengan itu Handoko, ketua Forum Usaha Kecil Menengah Jakarta Barat yang sedang meninjau para produsen tempe di Cipondoh mengatakan, Faktanya sekarang pemerintah tidak bisa mematok kenaikan harga kedelai. "Harga kedelai ini sepertinya dipermainkan oleh para importir, kalau memang pemerintah serius menangani masalah kedelai ini seharusnya pemerintah dapat membuat peraturan tata niaga kedelai, agar kenaikannya tidak memberatkan para produsen," ujarnya.
Handoko menambahkan, produsen sebenarnya hanya ingin kepastian harga kedelai. Harga kedelai terus berfluktuasi, misal pagi kedelai sudah di harga Rp 5.800 per kilo tapi nanti sore atau siang sudah sampai Rp 6.200, besok juga begitu. "Saya usul agar DPR untuk membuat peraturan tata niaga kedelai jangan sampai harga kedelai ini semakin memberi ketidak pastian bagi produsen khusunya tahu-tempe," ujarnya.