REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Indonesia berambisi menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi dunia pada 2025 dengan Produk Domestik Bruto sebesar 3,7 tiliun-4,7 triliun dolar AS dan pendapatan perkapita senilai 12 ribu dolar AS. Menko Perekonomian, Hatta Radjasa, di sela-sela rapat kabinet terbatas bidang ekonomi yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Bogor, Kamis (30/12), mengatakan, target tersebut bisa dicapai karena saat ini posisi Indonesia sudah berada pada peringkat ke-16 besar ekonomi dunia.
Bahkan, lanjut Hatta, pada 2050 Indonesia menargetkan berada pada posisi enam besar kekuatan ekonomi dunia. "Kita dorong Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan besar dunia," ujarnya.
Untuk itu, Hatta menjelaskan, pemerintah pada rapat kabinet di Istana Bogor yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB dan dijadwalkan baru selesai pada pukul 22.00 WIB, menyusun peta jalan percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia yang menggabungkan kekuatan regional dan sektoral.
"Apa yang kita bahas adalah penajaman master plan, sebuah roadmap yang lebih menukik untuk mencapai sasaran dan tujuan visi Indonesia 2025 tersebut," katanya.
Dalam rencana induk tersebut, potensi ekonomi Indonesia yang dipetakan terbagi dalam enam klaster wilayah ekonomi atau koridor yang terintegrasi. Sehingga, jelas Menko, setiap sumber daya alam yang dimiliki masing-masing daerah dapat dimanfaatkan secara penuh.
Paradigma pemanfaatan sumber daya alam pun, kata Hatta, diubah sehingga tidak lagi mengandalkan industri ekstraktif atau primer, melainkan industri manufaktur yang berbasis sumber daya alam sehingga memberikan nilai tambah untuk devisa Indonesia. Dengan kebijakan itu, Hatta meyakini pendapatan daerah dapat melompat hingga empat sampai enam kali dari keadan sekarang.
"Kita sudah mengidentifikasi seluruh koridor. Jadi tidak ada daerah kita yang tidak dijadikan kawasan pertumbuhan baru dengan kekuatan sumber-sumber daya. Paradigma sumber daya alam kita jadikan pendapatan devisa, kita ubah sumber daya alam, kita olah menjadi pertumbuhan," tuturnya.
Hatta mencontohkan, satu koridor Sumatera yang disatukan oleh Pulau Jawa yang nantinya jelas terpetakan menjadi klaster indutri mineral logam, kelapa sawit dan telah dipikirkan juga tentang ketersediaan infrastruktur serta keterhubungan dua pulau itu melalui pembangunan jembatan Selat Sunda.
Percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia yang dibangun berdasarkan sistem koridor dengan menggabungkan kekuatan regional dan sektoral itu, diharapkan sejak 2011 mulai dilaksanakan.
Untuk itu, kata Hatta, rencana induk diharapkan sudah selesai dan dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden pada 2011.
Menurut dia, Peraturan Presiden itu merupakan bagian tak terpisahkan dari UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sehingga rencana induk percepatan dan perluasan ekonomi tersebut tidak berganti apabila tampuk kepemimpinan beralih.
"Itu esensi dari apa yang kita bicarakan sehingga dengan demikian kita mencapai pertumbuhan yang tinggi," kata Hatta.
Ia menjelaskan, pembiayaan pembangunan ekonomi itu akan mengutamakan pola kemitraan pemerintah dan swasta yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Menurut Hatta, porsi investasi dengan pola tersebut akan menempati lebih dari 70 persen dan kebutuhan pembiayaan.
"Jadi dengan dokumen ini nanti kita sudah sangat jelas apa yang akan kita bangun, berapa biayanya, apa yang akan kita bangun. Ini belum selesai diskusi terus menerus setelah rampung akan disusun kembali sampai menjadi satu dokumen yang solid," demikian Hatta.