Rabu 03 Nov 2010 03:02 WIB

BTN Nilai Virtual Holding Efisiensikan Bank BUMN

Rep: Citra Listya Rini/ Red: Djibril Muhammad
BTN
BTN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menyusul ketentuan asas kepemilikan tunggal atau single presence policy (SPP), Bank Tabungan Negara menilai virtual holding sebagai pilihan termudah saat ini. Virtual holding ini diharapkan bisa membawa keuntungan, termasuk efisiensi bagi bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak terkecuali BTN.

"Virtual holding itu bisa mengefisiensikan pelayanan yang lebih baik dan biaya murah. Termasuk juga memperkuat bank-bank BUMN terutama saat krisis. Virtual holding juga bisa memperbaiki koordinasi antarbank BUMN," kata Komisaris Independen BTN, Subarjo kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/11).

Sementara itu, Direktur Utama Bank BTN, Iqbal latanro, menambahkan, virtual holding ini bukanlah opsi final bank pelat merah atas kebijakan SPP yang dikeluarkan BI. Menurutnya, virtual holding ini masih sebatas hasil diskusi, dan belum mendapatkan restu dari bank sentral. "Virtual holding ini masih hasil diskusi. Belum ada statement (pernyataan) dari BI. Mereka masih mencari bentuk," ujar Iqbal.

Mengingat virtual holding ini dilakukan lewat Deputi Jasa Perbankan Kementerian BUMN, ia mengaku opsi ini belumlah maksimal. Terlebih lagi, jika dibandingkan bank-bank swasta yang diharuskan menerapkan SPP. Untuk itu, Iqbal memaparkan virtual holding tersebut harus diperkuat oleh komite yang beranggotakan bank-bank pelat merah.

"Virtual holding ini memang kurang optimal, untuk itu perlu didukung dengan komite. Kalau bank swasta saja iya (menjalankan SPP), masa bank BUMN tidak," ungkap Iqbal.

Dengan adanya SPP, perbankan nasional akan dibatasi dalam berekspansi secara anorganik. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/PBI/ 2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, bank tidak bisa memiliki lebih dari satu bank konvensional dan bank syariah.

Adanya permintaan pengecualian bank-bank BUMN agar diberikan pengecualiaan, BI pun menolak. Untuk itu, BI memberikan opsi kepada Kementerian BUMN untuk melakukan merger, membentuk holding, atau melepaskan kepemilikan sahamnya (divestasi). BI meminta Kementerian BUMN membuat holding sebagai pilihan termudah.

Sebelumnya, Deputi Menteri BUMN Bidang Jasa, Parikesit Suprapto mengatakan, virtual holding atau komite yang dibentuk nanti bakal memiliki fungsi sebagai perusahaan induk. Akan tetapi, virtual holding yang dimaksud, tidak akan memegang saham empat bank BUMN yang dibawahinya.

"Kami telah berkonsultasi dengan Bank Indonesia, dan pembentukan virtual holding sangat dimungkinkan. Pada dasarnya, pembentukan holding adalah untuk mempermudah koordinasi di antara bank-bank BUMN," katanya, beberapa waktu lalu.

Parikesit menjelasakan, tugas utama dari virtual holding atau komite, diantaranya mengkonsolidasikan fokus strategi bisnis bank-bank BUMN, selain itu merek juga bertugas untuk mengkonsolidasikan rencana bisnis bank atau RKAP. "Dan, menyusun program-program efisiensi berupa persiapan yang mengarah pada konsolidasi human resources management, training center, dan product development," bebernya.

Diungkapkannya, nantinya bisa jadi tiap bank akan mengirimkan perwakilannya untuk menduduki posisi komisaris dalam virtual holding atau komite tersebut. Ditambahkannya, bentuk virtual holding ini ditargetkan akan diimplementasikan pada akhir tahun 2010 ini. Menurutnya, munculnya ide untuk membentuk virtual holding merupakan usaha pihaknya untuk mencari solusi dari adanya kebijakan BI terkait SPP.

"Apabila empat bank BUMN digabung, itu juga akan mempersulit pemerintah dan bank yang bersangkutan. Hal ini lantaran bank-bank tersebut telah memiliki segmen bisnis yang berbeda," ujar Parikesit.

Dia berharap, dengan adanya sinergi antar bank BUMN itu, dapat meningkatkan efisiensi secara signifikan yang akan menjadi pemicu untuk menurunkan tingkat bunga pinjaman menjadi single digit dan meningkatkan ekspansi kredit menjadi di atas 20 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement