Sabtu 09 Oct 2010 03:40 WIB

Perluasan Izin Impor Dipandang Bentuk Akomodasi Liberalisasi

Rep: Shally Pristine/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengusaha memandang kebijakan perluasan izin impor merupakan bentuk akomodasi pemerintah terhadap liberalisasi ekonomi. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Farmasi, Anthony Charles Sunarjo, menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39/M-DAG/PER/10/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen yang memperluas izin impor bagi importir produsen hanya menampung kepentingan liberalisasi.

"Kalau perusahaan lokal dibolehkan mengimpor barang jadi, ini akan merugikan. Karena yang kita butuhkan investasi," katanya ketika dihubungi wartawan, Jumat (8/10).

Dia memperkirakan, akan terjadi pergeseran dari pelaku industri ke pedagang akibat pemberlakuan peraturan ini. Karena, dalam jangka pendek akan lebih menguntungkan menjadi pedagang ketimbang mengembangkan industri yang ada. Namun, dia membuka pandangan terhadap kemungkinan positif dari pemberlakuan peraturan ini, yaitu mempermudah importir produsen mengimpor mesin-mesin produksi untuk keperluan pengembangan usaha.

Hanya saja, Antony tetap melihat peraturan ini bertentangan dengan rencana pemerintah yang ingin menarik investasi asing agar industri di dalam negeri bertumbuh. "Perusahaan asing akan senang karena mayoritas perusahaan asing memang inginnya impor saja," katanya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Deddy Saleh, mengatakan, Permendag ini diterbitkan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, guna mewujudkan kepastian berusaha, serta mendorong percepatan investasi. Lewat peraturan ini, importir produsen diperbolehkan mengimpor barang untuk dipergunakan sendiri atau untuk mendukung proses produksi. "Namun tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain," ucapnya.

Deddy menjelaskan, pihaknya banyak menerima keberatan dari produsen dengan nilai investasi besar tidak bisa mengimpor barang jadi yang tidak diproduksi di Indonesia. Keluhan datang dari produsen yang bergerak di sektor industri elektronik, otomotif, kosmetik, farmasi dan lainnya. Dia mencontohkan, produsen elektronik tertentu yang memproduksi beberapa produk untuk dipasarkan di Indonesia tetapi tidak semua produk diproduksi di dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement