REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktorat Jenderal Pajak belum mempunyai bukti yang cukup untuk menjerat wajib pajak badan yang disebut Gayus HP Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Meski demikian Indikasi terjadinyanya penyimpangan akan terus didalami untuk melihat potensi kerugian pajak pada kasus itu.
Direktur Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, mengatakan ucapan Gayus di Pengadilan belum bisa di jadikan alat bukti. Harus dipelajari kembali kebenaran dari pengakuannya. Pasalnya jika tidak mempunyai data yang akurat untuk memeriksa maka hanya membuang waktu dan merugikan Ditjen Pajak.
"Kalau ngitung pajak itu enggak ucapan, kalau ucapan sampeyan ngomong wah PT itu ngemplang pajak Rp 20 triliun. lalu itu dikatakan bukti pak tapi pak Tjiptardjo enggak mau ngerjain ada apa-apa. Padahal kita harus cari apa yang dia (Gayus) lakukan, dokumennya di mana," papar Tjiptardjo, di Jakarta, Rabu (6/10).
Dalam pengakuannya di sidang pengadilan negeri Jakarta Selatan, mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, menyebut ada lima perusahaan yang menjadi sumber aliran dana Rp 28 miliar yang diterimanya. Tiga di antaranya berasal dari kelompok perusahaan Bakrie dan dua lainnya adalah konsultan pajak Roberto Santonius serta Mr Son dari PT Megah Citra Jaya Garmindo. Tiga perusahaan Bakrie, yaitu PT Kaltim Prima Coeal (KPC), Bumi Resources, dan PT Arutmin.
Menurutnya semua Indikisi masih akan terus didalami. Intelejen pajak terus bergerak mencari data base dan informasi dari pihak ketiga. Jika buktinya kuat maka bisa diperiksa ulang, dilanjutkan ke bukti permulaan dan kalau terindikasi pidana diteruskan ke penyidikan. Karena itu Tjiptardjo kembali menegaskan agar ucapan Gayus itu diperjelas kembali.
"Mengenai Gayus ini selalu dalam pemantauan, yang disebut Gayus apa, menerima uang untuk hal apa sedangkan dari pihak sana masih bungkam. Apa yang dimainkan datanya mana," jelasnya