REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah kian sulit untuk mempertahankan proyeksi Inflasi 5,3 persen sesuai dengan asumsi makro APBN P 2010. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Inflasi pada September sebesar 0,44 persen lebih rendah pada Agustus lalu 0,76 persen.
Capaian tersebut mendorong laju inflasi tahun kalender (Januari - September) sebesar 5,28 persen atau hanya tersisa ruang 0,02 persen dari yang ditargetkan 5,3 persen. Sementara laju inflasi year on year ditetapkan sebesar 5,8 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan, mengungkapkan dorongan inflasi pada September ini antara lain didorong kenaikan harga sandang. Kelompok ini mengalami inflasi 1,08 persen atau berkontribusi 0,07 persen. ''Sandang ini karena banyak masyarakat harus pakai baju baru,'' ujarnya, Jumat (1/10).
Kemudian inflasi juga disumbang oleh makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang meningkat permintaannya saat lebaran kemarin. Kelompok bahan makanan dan sektor transportasi dan komunikasi turut memberikan dorongan inflasi September ini. Rusman mengakui inflasi 5,3 persen (APBN P 2010) akan sulit dipertahankan. Angkanya akan cenderung diatas 5,3 namun tidak akan lebih dari 6 persen. Meski demikian jika terjadi deflasi secara terus menerus bisa saja angkanya lebih rendah.
''Sudah tercapai, jadi ini sudah tercapai hanya kurang 0,02 poin, saja tapi bukan berarti inflasi lebih dari 5,3 atau lebih 6 persen, bisa saja terjadi deflasi sehingga berkurang bisa saja,'' jelasnya.
Ada beberapa penyebab kenapa inflasi kemungkinan lebih dari proyeksi APBN P. Menurut Rusman pemulihan ekonomi dunia yang tengah berlangsung bisa meningkatkan permintaan. Sehingga menaikan harga barang. Kemudian, harga beras yang masih tinggi dipasaran juga menyebabkan deflasi sulit terjadi. ''Memang setelah lebaran dulu sempat deflasi. Sekarang kita tidak tahu, karena November ini barang turun tapi beras bertahan pada level tertingggi. Beras itu bobotnya tertinggi, penurunan pada beras kalau mau terjadi deflasi,'' jelas Rusman.