REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah masih ragu-ragu dalam melakukan pembatasan BBM subsidi. Pemerintah membantah rencana pembatasan BBM subsidi akan dilakukan melalui pengurangan kuota premium sebesar delapan persen di setiap SPBU. Dirjen Migas Kementerian ESDM, Evita H.
Legowo menyatakan, untuk masalah penghematan BBM subsidi tersebut ada metode yang harus disetujui dulu oleh kabinet dan dibawa ke DPR sebelum diterapkan. ''Jadi sejauh ini belum ada, kita masih menunggu. Yang ada adalah penataan ulang serta persiapan infrastruktur dispenser Pertamax agar bisa dibeli di mana saja,'' kata Evita di sela-sela rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (22/9).
Evita menyatakan, Ditjen Migas sejauh ini belum pernah menyuruh Pertamina untuk melakukan pengurangan kuota premium tersebut. Menurut Evita pemerintah saat ini masih mengkaji sejumlah opsi terkait eksekusi dalam rangka penghematan BBM subsidi. ''Memang kita ada niat untuk membatasi, tapi opsinya banyak dan harus disetujui oleh DPR, enggak ujuk-ujuk dikurangi,'' kata Evita.
VP Corporate Communications Pertamina, Mochamad Harun menyatakan rencana pengurangan kuota premium sebesar delapan persen bagi tiap SPBU merupakan persiapan atau exercise Pertamina dari sisi operasional. ''Kalau memang kuota 36,5 juta kiloliter itu tidak dikurangi, kami harus amankan angka itu. Angka itulah yang kita exercise,'' kata Harun.
Sehingga kata Harun Pertamina concern-nya dalam volume. Jika memang idenya volume, maka volumenya yang dipotong. ''Karena kalau kita ikuti klustering, atau pembatasan di jalan tol dan lainnya, exercisenya akan ribet,'' kata Harun.
Menurut Harun pihaknya sudah berkoordinasi dengan Mabes Polri dan jika kebijakan itu diterapkan maka dampak sosialnya banyak, yakni potensi kemacetan di sejumlah wilayah dan kawasan pinggiran, antrean panjang, penyelundupan SPBU dan keluhan dari SPBU sendiri. ''Jadi konkretnya kalau ini tidak ada penambahan kuota, kita lakukan sesuai yang sudah kita sampaikan yakni pengurangan kuota premium delapan persen,'' tegas Harun.