Senin 09 Apr 2018 20:16 WIB

DPR Minta Subsidi Premium Harus Ditambah

Dengan penambahan pasokan seperti ini akan memengaruhi kondisi keuangan Pertamina.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Komisi VII Herman Khaeron.
Foto: dpr
Wakil Ketua Komisi VII Herman Khaeron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron menilai dengan kebijakan Pertamina harus menambah pasokan premium di seluruh Indonesia, maka pemerintah harus menambah alokasi subsidi di APBN Perubahan 2018. Herman menilai, tambahan premium ini jangan malah menjadi tambahan beban bagi Pertamina.

Herman menjelaskan apabila pemerintah meminta Pertamina memasok premium untuk seluruh Indonesia maka akan ada tambahan subsidi. Jika selama ini subsidi premium dibebankan kepada Pertamina, dengan penambahan pasokan seperti ini akan memengaruhi kondisi keuangan Pertamina.

"Jika akan dibebankan kepada keuangan Pertamina berdampak pada semakin berkurangnya pendapatan Pertamina, bahkan bisa rugi dan jebol keuangan Pertamina, serta akan mengganggu investasi dan pengembangan Pertamina di tengah persaingan global," ujar Herman saat dihubungi Republika.co.id, Senin (9/4).

Herman menjelaskan jalan terbaik adalah menambah porsi subsidi. "Hal ini bisa dibahas melalui DPR," kata Herman.

(Baca: Aturan Baru Premium untuk Jaga Daya Beli dan Inflasi)

Menurut Herman, Komisi VII DPR RI juga sudah satu suara terkait harga BBM. Komisi VII meminta kepada pemerintah untuk tidak ada kenaikan harga BBM baik yang jenis subsidi maupun nonsubsidi.

"Saya pribadi lebih memilih semua harga jenis BBM, baik yang subsidi maupun nonsubsidi tidak naik, karena di tengah daya beli masyarakat yang kurang baik. Pilihan terbaik pemerintah harus menambah subsidi BBM dan mendorong tumbuhnya Pertamina sebagai pohon fiskal bagi pendapatan negara dan dapat berinvestasi lebih agresif dan menang di era persaingan global," ujar Herman.

Herman juga menjelaskan salah satu penyebab mengapa lonjakan permintaan premium menjadi tinggi seperti saat ini dikarenakan ketika harga ICP di kisaran 30 dolar per barel (2015) tentu pertalite (RON 90) menjadi pilihan. Karena harga selisih dengan premium (RON 88) sangat tipis dan dari segi kualitas, pertalite lebih baik.

Namun saat ini dengan ICP 65 dolar per barel, dengan menggunakan formula floating price untuk pertalite dan jenis BBM nonsubsidi lainya, harganya naik dan selisihnya makin jauh dengan premium, maka premium dicari dan pasti langka.

"Karena di tengah daya beli masyarakat yang kurang baik, kenaikan BBM akan memicu kenaikan harga-harga lainnya, seperti pangan, dan masyarakat akan semakin susah," ujar Herman.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement