JAKARTA--Direktur Utama Perum Bulog, Soetarto Alimoeso, menyatakan, keinginan Bulog untuk kembali mengimpor kedelai bukan semata didasari mencari keuntungan. Walaupun, status Bulog sebagai perusahaan umum menuntut performa organisasi yang profitable, namun rencana itu bukanlah sumber meraup keuntungan.
Soetarto menjelaskan, salah satu masalah utama pemerintah dalam mewujudkan swasembada kedelai adalah persoalan tata niaga kedelai. Petani kedelai di Indonesia umumnya hanya mempunyai lahan yang sempit. Dengan kondisi demikian, sangat sulit menuntut para petani untuk menghasilkan produksi yang efisien dan seragam. Berbeda halnya dengan para petani di negara-negara pengimpor kedelai semacam Amerika Serikat.
Di negeri Paman Sam tersebut, petani umumnya memiliki lahan luas dan berproduksi untuk kegiatan industri yang menuntut kualitas serta keseragaman. Disparitas kepemilikan lahan dan kualitas produksi membuat petani kedelai dalam negeri selalu tertekan dengan harga kedelai di pasaran. ''Akibatnya, mereka tidak bisa bersaing. Tata niaga kedelai dalam negeri juga terganggu. Nah, rencana kita mengimpor beras adalah untuk membenahi tata niaga kedelai ini,” papar Soetarto kepada Republika, Rabu (7/4).
Dia melanjutkan, setidaknya ada dua keuntungan yang akan dibidik Bulog dengan melakukan impor kedelai. Yaitu, memproteksi petani kedelai dengan memberikan harga jual yang pantas terhadap produksinya. Selama ini, katanya, kedelai dalam negeri selalu terjual dengan harga murah. Penyebabnya, kedelai-kedelai impor selalu membanjiri pasaran saat musim panen tiba. ''Dampak lebih parahnya, petani tidak mau lagi tanam kedelai karena harganya selalu murah,'' ungkapnya.
Bila rencana Bulog mengimpor kedelai terwujud, lanjut Soetarto, harga kedelai petani terproteksi karena kedelai impor tak bisa bebas begitu saja dilempar ke pasaran. Stok kedelai di gudang Bulog akan menjadi //bumper// bila ada permainan harga kedelai saat musim panen. ''Kan kita juga nanti membeli kedelai dari petani dalam negeri,'' jelasnya.