Rabu 23 Nov 2022 22:05 WIB

OJK Beberkan Kondisi Sektor Jasa Keuangan di Tengah Ketidakpastian Global

Kinerja positif sektor jasa keuangan meningkatkan optimisme dan jadi modal penting

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Gita Amanda
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan paparan pada pertemuan The 4th Indonesia Fintech Summit yang diprakarasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, AFTECH, dan AFPI di Bali, Kamis (10/11/2022). OJK bersama pemerintah dan pelaku industri finansial teknologi berkomitmen terus mendukung peran industri fintech dalam mempromosikan pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung stabilitas keuangan nasional serta memberikan perlindungan optimal kepada masyarakat pengguna layanan fintech serta ekosistemnya.
Foto: ANTARA FOTO/Humas OJK
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan paparan pada pertemuan The 4th Indonesia Fintech Summit yang diprakarasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, AFTECH, dan AFPI di Bali, Kamis (10/11/2022). OJK bersama pemerintah dan pelaku industri finansial teknologi berkomitmen terus mendukung peran industri fintech dalam mempromosikan pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung stabilitas keuangan nasional serta memberikan perlindungan optimal kepada masyarakat pengguna layanan fintech serta ekosistemnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sektor jasa keuangan Indonesia cukup resilience di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian. Hal tersebut tercermin dari kinerja positif yang ditorehkan sepanjang tahun ini.

"Apabila kita melihat kondisi kesehatan industri jasa keuangan, baik perbankan, pasar modal, maupun Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) bisa dikatakan pulih dari dampak pandemi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, Rabu (23/11/2022).

Menurut Mahendra, kinerja positif sektor jasa keuangan ini meningkatkan optimisme dan menjadi modalitas penting dalam mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional 2023 yang diperkirakan akan tetap solid di atas 5 persen.

Meski demikian, Mahendra mengingatkan para pelaku di sektor jasa keuangan tetap hatrus mencermati dan mewaspadai risiko transimisi dan efek rambatan dari eksternal shock mengingat tingginya keterhubungan pasar keuangan domestik dengan pasar dan ekonomi global.

Menurut Mahendra, dunia saat ini sedang mengalami ketidakpastian akibat eskalasi ketegangan politik yang mengakibatkan terganggunya rantai pasok global. Tidak hanya itu, normalisasi kebijakan the Fed yang memicu inflasi tinggi dan menekan likuiditas serta ancaman resesi di negara maju semakin memperparah ketidakpastian global.

"Berbagai risiko tersebut dapat membawa ekonomi dunia ke jurang resesi bahkan stagflasi di tahun depan. Selain itu, likuiditas global juga diperkirakan jadi lebih tertekan sehingga memicu terjadinya volatilitas di sektor keuangan," jelas Mahendra.

Sektor jasa keuangan harus mampu memitigasi dengan baik dampak volatilitas harga komoditas yang diperkirakan masih akan terus berlanjut. Jika tidak, hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan kinerja konsumsi dan investasi yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional.

"Terlepas dari itu, kita harus secara proaktif mampu mencegah risiko pemburukan dari dalam dan luar sektor keuangan yang bisa sangat tidak terduga arah dan jurusannya. Kita harus merespons dengan cepat, tepat, dan terkoordinasi," kata Mahendra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement