REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan pendataan terhadap para debitur yang terdampak bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Tercatat, ada lebih dari 100 ribu debitur yang akan mendapatkan perlakuan khusus soal perkreditan akibat bencana yang meluluhlantakkan ketiga wilayah tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan sebagai respons OJK atas bencana yang menimpa beberapa daerah di Sumatera, Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Rabu (10/12/2025) telah menyetujui keputusan mengenai penetapan Provinsi Aceh, Sumut, dan Sumbar sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan.
Penetapan wilayah terdampak bencana untuk tiga provinsi tersebut mempertimbangkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa terdapat 22 dari total 77 kabupaten/kota yang terdampak. Dian menyebut masih ada potensi jumlah tersebut untuk bertambah ke depannya.
“Untuk jumlah sementara dapat kami laporkan berdasarkan asesmen OJK terdapat kurang lebih 103.613 debitur yang terdampak langsung,” ungkap Dian dalam konferensi pers RDK Bulan November 2025 yang digelar secara daring, Kamis (11/12/2025).
Dian memastikan seratusan ribu debitur yang terdampak langsung bencana tersebut akan mendapatkan perlakuan khusus mengenai kredit atau pembiayaan untuk meringankan beban mereka. Kebijakan itu berlandaskan pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus Lembaga Jasa Keuangan (LJK) pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana.
OJK memandang kebijakan tersebut perlu diterapkan dalam kasus bencana di Sumatera karena asesmen yang dilakukan OJK menunjukkan bencana tersebut memengaruhi perekonomian di daerah setempat, dan pada gilirannya memengaruhi kemampuan membayar debitur.
Pemberian perlakuan khusus dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko agar bencana tidak berdampak sistemik serta untuk mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi daerah.
Perlakuan khusus atas kredit atau pembiayaan kepada debitur yang terkena dampak bencana mencakup tiga hal. Pertama, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan berdasarkan ketepatan pembayaran (satu pilar) untuk plafon sampai dengan Rp 10 miliar.
Kedua, penetapan kualitas lancar atas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi. Restrukturisasi dapat dilakukan terhadap pembiayaan yang disalurkan baik sebelum maupun setelah debitur terkena dampak bencana. Untuk penyelenggara LPBBTI, restrukturisasi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pemberi dana.
Ketiga, pemberian pembiayaan baru terhadap debitur yang terkena dampak dengan penetapan kualitas kredit secara terpisah untuk kredit, pembiayaan, atau penyediaan dana lain yang baru (tidak menerapkan one obligor).
“Penetapan kebijakan tersebut berlaku dalam jangka waktu hingga tiga tahun sejak ditetapkan pada 10 Desember 2025,” tegas Dian.