Kamis 11 Dec 2025 12:52 WIB

OJK Berikan Keringanan Kredit bagi Korban Bencana di Sumatera 

Kebijakan relaksasi berlangsung selama tiga tahun.

Rep: eva rianti/ Red: Satria K Yudha
Foto udara alat berat membersihkan reruntuhan rumah, kayu, dan lumpur sisa bencana banjir bandang ke atas truk yang mengantre di Jorong Kayu Pasak, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Selasa (9/12/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Foto udara alat berat membersihkan reruntuhan rumah, kayu, dan lumpur sisa bencana banjir bandang ke atas truk yang mengantre di Jorong Kayu Pasak, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Selasa (9/12/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan pemberian perlakuan khusus soal kredit atau pembiayaan kepada para debitur yang terdampak bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Kebijakan itu dilahirkan sebagai tindak lanjut dampak ekonomi yang dialami para korban. 

Kebijakan tersebut ditetapkan pada Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK di Jakarta, Rabu (10/12/2025) pasca pengumpulan data di wilayah bencana. Selain itu, dilakukan melalui asesmen yang menunjukkan bencana tersebut memengaruhi perekonomian di daerah setempat, dan pada gilirannya mempengaruhi kemampuan membayar debitur. 

Baca Juga

“Pemberian perlakuan khusus itu dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko agar bencana tidak berdampak sistemik, serta untuk mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi daerah,” tulis OJK dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).

Tata cara perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan perbankan, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya (PVML) yang diberikan kepada debitur terdampak bencana mengacu pada POJK Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana (POJK Bencana).

Perlakuan khusus atas kredit/pembiayaan kepada debitur yang terkena dampak bencana mencakup tiga hal, yaitu:

a.    Penilaian kualitas kredit/pembiayaan berdasarkan ketepatan pembayaran (satu pilar) untuk plafon sampai dengan Rp 10 miliar. 

b.    Penetapan kualitas lancar atas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi. Restrukturisasi dapat dilakukan terhadap pembiayaan yang disalurkan baik sebelum maupun setelah debitur terkena dampak bencana. Untuk Penyelenggara LPBBTI, restrukturisasi dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemberi dana. 

c.    Pemberian pembiayaan baru terhadap debitur yang terkena dampak dengan penetapan kualitas kredit secara terpisah untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain baru (tidak menerapkan one obligor).  

“Penetapan kebijakan dimaksud berlaku dalam jangka waktu hingga tiga tahun sejak ditetapkan pada 10 Desember 2025,” tulis OJK.

Di bidang perasuransian, untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dan pelaku usaha di wilayah bencana, OJK juga telah meminta seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi agar segera mengaktifkan mekanisme tanggap bencana. OJK juga meminta  menyederhanakan proses klaim, melakukan pemetaan polis terdampak, dan menjalankan disaster recovery plan bila diperlukan. 

OJK turut menginstruksikan penguatan komunikasi dan layanan kepada nasabah, serta berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penganggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan reasuradur. 

“Termasuk menyampaikan laporan perkembangan penanganan klaim secara berkala kepada OJK.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement