REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bertemu dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk bersilaturahmi. Pertemuan itu juga membahas ihwal izin usaha pertambangan (IUP) untuk badan usaha yang dikelola oleh organisasi masyarakat keagamaan itu.
“Iya, sedikit (bahas IUP tambang),” ujar Bahlil selepas menghadiri acara Indonesia International Sustainability Forum, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Bahlil menyampaikan bahwa IUP untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah diberikan, dan Muhammadiyah masih diproses.
“Kalau NU kan sudah, Muhammadiyah masih dalam proses,” ucapnya.
Lebih dari itu, pertemuan dengan Muhammadiyah disebut dalam rangka silaturahim. Bahlil pun terbuka untuk bersilaturahmi dengan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan lainnya.
“Saya kan sebagai pemuda Islam kan boleh dong silaturahmi sama NU, sama Muhammadiyah, sama yang lain-lain juga lah,” kata dia.
Hingga saat ini, PP Muhammadiyah belum memperoleh lahan tambang yang akan dikelola sebagai implikasi dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Dalam Pasal 83A PP 25/2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).
WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batu bara yang sudah pernah berproduksi atau lahan dari eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara generasi pertama.
Keenam WIUPK yang dipersiapkan, yaitu lahan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Sementara Muhammadiyah belum mendapatkan lahan untuk dikelola, NU sudah mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengelola bekas PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Pada Jumat (3/1), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyebutkan pihaknya membentuk PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (BUMN) untuk mengelola sebanyak 25 ribu hingga 26 ribu hektare tambang di Kalimantan Timur.