REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Satkornas) Banser GP Ansor periode 2024–2029, Muhammad Syafiq Syauqi, yang akrab disapa Gus Syafiq, menilai isu yang akhir-akhir ini digoreng oleh sebagian pihak mengenai “krisis beras” merupakan narasi menyesatkan yang sarat kepentingan.
Menurutnya, pola semacam ini kerap dimainkan setiap kali produksi nasional menunjukkan tren naik dan surplus.
“Kalau kita cermati, narasi itu dibangun seakan-akan Indonesia sedang kekurangan beras. Padahal data resmi justru membuktikan sebaliknya. Cerita yang mereka dorong menyesatkan publik dan penuh nuansa kepentingan, seakan ingin menciptakan keresahan agar publik tidak percaya pada capaian pemerintah,” ujar Gus Syafiq, Senin (8/9/2025).
Ia menegaskan, narasi semacam itu kerap dimanfaatkan kroni mafia pangan maupun simpatisannya untuk mendorong agenda impor beras yang sesungguhnya tidak diperlukan.
“Kita sudah melihat pola ini berulang kali. Ujung-ujungnya selalu ada desakan agar ada impor. Padahal impor yang tidak perlu justru merugikan petani kita sendiri,” katanya.
Gus Syafiq mencontohkan, beberapa waktu terakhir muncul pernyataan dari perseorangan maupun mengatasnamakan kelompok masyarakat melalui media sosial maupun podcast, yang meragukan produksi beras nasional.
Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar, bahkan diduga bagian dari serangan balik kelompok mafia pangan. “Kalau ada pihak-pihak yang meragukan, patut dipertanyakan motifnya. Apakah ingin memunculkan kebijakan impor atau justru bagian dari kepentingan mafia pangan?” tegasnya.

Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) justru menunjukkan produksi beras Indonesia aman bahkan surplus.
BPS mencatat, sepanjang Januari-Oktober 2025, produksi beras nasional mencapai 31,04 juta ton, naik 12,16 persen atau sekitar 3,37 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan luas panen 10,22 juta hektare, ketersediaan beras dipastikan surplus sekitar 3,7 juta ton. Data USDA pun memperkuat capaian tersebut, dengan proyeksi produksi beras Indonesia mencapai 35,5 juta ton tahun ini.
Lebih lanjut, Gus Syafiq menegaskan pemerintah bersama aparat penegak hukum tidak menutup mata terhadap masalah pupuk maupun anomali distribusi beras di hilir.
Sejumlah kasus terkait penyalahgunaan distribusi pupuk subsidi sudah diungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Demikian pula praktik penimbunan, pengoplosan, maupun permainan harga beras di tingkat penggilingan dan ritel modern yang kini sedang ditindak Satgas Pangan.
“Saya tidak meragukan integritas dan keberanian Mentan. Beliau sudah bekerja secara transparan. Kalau ada penyimpangan internal langsung diusut. Ini bukti komitmen agar tata kelola pangan lebih bersih,” kata Gus Syafiq.
Ia juga menegaskan, hilangnya beras medium dan premium di sejumlah ritel modern meskipun data menunjukkan surplus, merupakan indikasi kuat adanya permainan mafia beras bahkan upaya penimbunan atau permainan harga oleh pihak tertentu.
“Praktik semacam ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga kejahatan sosial yang merugikan rakyat banyak,” jelasnya.
Ia mendukung penuh langkah pemerintah, Satgas Pangan, dan aparat hukum menindak tegas mafia pangan. ‘’Jangan sampai ada celah bagi siapapun yang mencoba memainkan perut rakyat,” pungkas Gus Syafiq.