Senin 28 Jul 2025 16:45 WIB

Apindo Minta Pemerintah Sederhanakan Perizinan demi Tekan PHK

Ekosistem perizinan yang tidak efisien dinilai menghambat daya tahan industri.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menyeberang pelican crossing saat jam pulang kerja di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (5/5/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tambahan orang yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Februari 2025 bertambah sebanyak 83.450 orang dibandingkan Februari 2024. Dengan tambahan tersebut, jumlah total pengangguran di Indonesia sebanyak 7,28 juta orang.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja menyeberang pelican crossing saat jam pulang kerja di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (5/5/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tambahan orang yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Februari 2025 bertambah sebanyak 83.450 orang dibandingkan Februari 2024. Dengan tambahan tersebut, jumlah total pengangguran di Indonesia sebanyak 7,28 juta orang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti kondisi maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satunya, perbaikan ekosistem perizinan agar tidak lagi berbelit.

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mengatakan bahwa dalam menghadapi PHK dan tantangan lainnya, pelaku usaha kini lebih fokus pada upaya menghilangkan berbagai faktor penyebab biaya tinggi. Ia berharap pemerintah menunjukkan langkah yang selaras dalam merespons persoalan ini.

Baca Juga

“Melalui berbagai masukan kepada pemerintah, Apindo mendorong percepatan implementasi reformasi struktural, termasuk harmonisasi regulasi lintas kementerian, simplifikasi rantai logistik, serta perbaikan ekosistem perizinan menjadi seamless dan tidak berbelit,” ujar Shinta dalam acara Menuju Satu Dekade Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Menyapa Indonesia bertajuk Indonesia Incorporated, Quo Vadis: Arah Dunia Usaha di Ujung PHK, yang digelar di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Senin (28/7/2025).

Menurut Shinta, dengan dukungan dari pemerintah, biaya perusahaan bisa ditekan, margin keuntungan lebih terjaga, dan peluang ekspansi tetap terbuka, meski pasar tengah melemah.

Selain itu, dunia usaha membutuhkan insentif fiskal yang terukur serta akses likuiditas yang memadai untuk menjaga arus kas, menopang produksi, dan menjaga hubungan kerja masyarakat.

“Ketiga, reformasi skema jaminan sosial perlu dirancang agar lebih harmonis dan adaptif terhadap dinamika masa kerja, serta mampu mendukung mobilitas tenaga kerja antarsektor,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement