REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan menahan tingkat suku bunga (BI-rate) di level 5,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juni 2025. RDG tersebut dijadwalkan berlangsung pada Rabu (18/6/2025).
“Bank Indonesia diprakirakan akan tetap mempertahankan suku bunga di level 5,5 persen pada Rabu mendatang,” ujar Banjaran Surya Indrastomo di Jakarta, Senin (16/6/2025).
Ia menjelaskan, BI telah memanfaatkan sebagian ruang pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada Mei lalu. Menurutnya, kebijakan tersebut diambil karena nilai tukar rupiah mulai menunjukkan penguatan seiring meredanya tensi dagang antara Amerika Serikat dan China.
Banjaran memperkirakan BI baru akan kembali menurunkan suku bunga pada kuartal III tahun ini. Hal itu, katanya, bergantung pada perkembangan situasi perekonomian dan geopolitik global yang masih sangat dinamis.
Ia juga menyebutkan bahwa BI akan mencermati lebih lanjut volatilitas nilai tukar rupiah serta menunggu arus modal masuk (inflow) ke Indonesia menjadi lebih stabil sebelum melanjutkan pelonggaran moneter.
Sementara itu, terkait dengan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) atau Fed Fund Rate (FFR), Banjaran menilai masih ada ruang untuk penurunan dua kali hingga akhir 2025.
“Untuk FFR, kami melihat masih ada ruang penurunan dua kali, yakni pada akhir kuartal III dan akhir kuartal IV. Namun, itu bisa berubah tergantung pada kepemimpinan baru setelah Powell,” jelasnya, merujuk pada Ketua Dewan Gubernur The Fed saat ini, Jerome Powell.
Berdasarkan informasi dari laman resmi Bank Indonesia dan The Fed, RDG BI bulan ini dijadwalkan berlangsung pada Selasa–Rabu, 17–18 Juni 2025, bersamaan dengan rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan menurunkan BI-rate sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen dalam RDG Mei 2025 yang berlangsung pada 20–21 Mei lalu. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada tiga pertimbangan utama: inflasi yang rendah, stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.