Jumat 13 Jun 2025 21:03 WIB

Pertamina Targetkan Produksi LPG 2,6 Juta Ton, Kurangi Ketergantungan Impor

Simon Mantiri sebut jargas dan DME sebagai solusi energi alternatif rumah tangga.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan bahwa perusahaan akan menggenjot produksi liquefied petroleum gas (LPG) dalam negeri hingga mencapai 2,6 juta metrik ton (MT) pada tahun ini. Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG yang selama ini cukup tinggi.

“Kebutuhan LPG nasional saat ini berada di atas 8 juta metrik ton per tahun, sedangkan produksi dalam negeri baru sekitar 1,6 juta ton. Maka kita akan dorong produksi tambahan sekitar 1 juta ton agar total mencapai 2,6 juta ton,” ujar Simon dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (14/6/2025).

Baca Juga

Simon menegaskan, upaya ini diharapkan dapat menekan porsi impor LPG dan memperkuat ketahanan energi nasional. Selain peningkatan produksi, Pertamina juga mendorong substitusi LPG melalui penggunaan dimethyl ether (DME) dan memperluas pemanfaatan jaringan gas (jargas) rumah tangga.

“Jaringan gas akan membantu meningkatkan pemanfaatan gas dalam negeri untuk kebutuhan rumah tangga dan mengurangi ketergantungan pada LPG,” ujarnya.

Meski demikian, Simon mengakui bahwa pengembangan jargas menghadapi tantangan, terutama di wilayah kepulauan. Namun, ia optimistis bahwa di kawasan seperti Jawa dan Sumatera, perluasan jargas dapat memberikan dampak signifikan.

Hingga saat ini, implementasi pembangunan jargas baru mencapai 60 ribu sambungan rumah tangga, sementara Pertamina menargetkan hingga 200 ribu sambungan.

“Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami. Dengan dukungan pemerintah, kami akan terus mendorong pengembangan infrastruktur gas agar bisa menjadi sumber energi alternatif yang lebih murah dan efisien,” tegasnya.

Lebih lanjut, Simon memastikan bahwa Indonesia masih memiliki potensi produksi migas yang dapat dimaksimalkan untuk menutup defisit energi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor migas mengalami defisit sebesar 8,07 miliar dolar AS selama Januari–Mei 2024.

“Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan melihat masih ada potensi yang bisa dioptimalkan lebih lanjut,” ujar Simon.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement