REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyatakan Indonesia perlu mengadopsi pendekatan Bank Dunia dalam mengukur tingkat kemiskinan. Wijayanto mengakui standar Bank Dunia terlalu tinggi bagi Indonesia.
Ini mengingat standar tersebut diperuntukkan bagi negara berpendapatan menengah atas dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita berkisar 4.500 dolar AS hingga 14.000 dolar AS. Sementara PDB per kapita Indonesia sebesar 4.900 dolar AS. Meski masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah atas, namun Indonesia berada pada ambang batas bawah standar kelompok tersebut.
Pada saat yang sama, Garis Kemiskinan (GK) Indonesia dinilai terlalu rendah, sehingga perlu penyesuaian dengan pendekatan Bank Dunia.
“Salah satu solusi yang mungkin adalah menaikkan secara gradual, menuju standar Bank Dunia saat PDB per kapita kita mendekati 9.500 dolar AS mendekati median negara berpendapatan menengah atas, misalnya,” ujar Wijayanto.
Sedangkan, kata dia lagi, kurangnya akurasi data tingkat kemiskinan berimbas pada tingkat efektivitas program pemerintah.
Standar GK yang rendah membuat pemerintah berfokus pada program bantuan sosial (bansos). Padahal, pemerintah dianggap perlu menjalankan program yang sifatnya struktural dan substantif.
Untuk itu, Wijayanto menyarankan pemerintah fokus kepada program-program yang menciptakan aktivitas ekonomi baru, meningkatkan produktivitas, dan berkelanjutan.