Ahad 08 Jun 2025 15:50 WIB

KLH Tindaklanjuti 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat, Ini Temuannya

KLH akan evaluasi ulang izin lingkungan, hentikan kegiatan tanpa dokumen sah.

Suasana aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
Foto: Youtube Greenpeace (tangkalan layar).
Suasana aktivitas pertambangan di Raja Ampat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menindaklanjuti laporan warga terkait aktivitas pertambangan nikel oleh empat perusahaan di empat pulau di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Gag, Manuran, Kawei, dan Manyaifun.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (8/6/2025), Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa keempat perusahaan tersebut adalah PT GN di Pulau Gag, PT ASP di Pulau Manuran, PT KSM di Pulau Kawei, dan PT MRP di Pulau Manyaifun.

Baca Juga

Untuk PT GN, KLH akan meninjau ulang persetujuan lingkungan yang dimiliki perusahaan. Secara teknis, berdasarkan penilaian di lapangan, PT GN dinyatakan telah memenuhi kaidah pertambangan nikel. Namun, terdapat dua catatan penting.

Pertama, lokasi tambang berada di pulau kecil, yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kedua, pertimbangan terhadap keberlanjutan ekosistem Raja Ampat, termasuk teknologi penanganan lingkungan dan kemampuan reklamasi perusahaan.

Untuk PT ASP, KLH juga akan meninjau kembali persetujuan lingkungan dan menindaklanjuti dengan penegakan hukum atas indikasi pencemaran. Dari temuan lapangan, kolam settling pond perusahaan tersebut diketahui jebol, menyebabkan sedimentasi tinggi dan kekeruhan air laut di sekitarnya.

PT KSM diketahui melakukan kegiatan di area seluas lima hektare yang melebihi wilayah yang telah memperoleh Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). KLH akan melakukan tindakan penegakan hukum terhadap pelanggaran ini.

Sementara itu, PT MRP diketahui melakukan eksplorasi tanpa dokumen persetujuan lingkungan. Perusahaan tersebut hanya mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Mengingat aktivitasnya masih dalam tahap awal, KLH hanya menghentikan sementara kegiatan eksplorasi tersebut.

“Kita hentikan saja karena belum ada aktivitas yang signifikan,” ujar Hanif.

KLH juga meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk mencermati kembali tata ruang dan menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang lebih komprehensif. Di samping itu, KLH akan berkolaborasi dengan tiga kementerian, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), guna menangani persoalan ini secara terintegrasi.

“Dalam waktu dekat, kami akan meninjau langsung kondisi di lapangan, sebagaimana telah dilakukan oleh Menteri ESDM,” kata Hanif.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement