Kamis 05 Jun 2025 08:46 WIB

Pemerintah Hendak Terapkan Pajak Tinggi untuk Rumah Tapak, Ini Kata Pengamat

Daripada pajak untuk rumah tapak, pemerintah didorong beri insentif untuk rumah susun

Anak-anak bermain saat mengunjungi fasilitas taman bermain di Rumah Susun Jagakarsa, Jakarta, Kamis (8/5/2025). Pemprov DKI Jakarta meresmikan rusun baru Jagakarsa yang terdiri dari tiga tower, 16 lantai berisi 723 unit hunian sebagai tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta relokasi warga yang terdampak pembebasan lahan normalisasi sungai Ciliwung.
Foto: Republika/Prayogi
Anak-anak bermain saat mengunjungi fasilitas taman bermain di Rumah Susun Jagakarsa, Jakarta, Kamis (8/5/2025). Pemprov DKI Jakarta meresmikan rusun baru Jagakarsa yang terdiri dari tiga tower, 16 lantai berisi 723 unit hunian sebagai tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta relokasi warga yang terdampak pembebasan lahan normalisasi sungai Ciliwung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat properti Ali Tranghada menilai usulan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah untuk menerapkan pajak tinggi pada pembangunan rumah tapak hanya akan memberatkan masyarakat. Hal ini juga akan mengganggu iklim bisnis properti.

Ali menyatakan bahwa pajak tinggi justru akan menjadi biaya tinggi bagi pembeli, yang pada akhirnya akan memperberat bisnis properti secara keseluruhan.

Baca Juga

“Di kota-kota luar negeri memang rumah memiliki pajak lebih tinggi daripada apartemen. Tapi di sana bergerak alami tidak tiba-tiba dinaikkan pajaknya,” kata Ali, yang juga CEO Indonesia Property Watch, dikutip Kamis (5/6/2025).

Daripada menaikkan pajak, ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif khusus untuk hunian vertikal atau rumah susun.

Ia menambahkan bahwa semakin rendah segmen hunian, seharusnya semakin banyak insentif yang diberikan. Menurutnya, ini merupakan peran pemerintah dalam menyediakan perumahan publik (public housing).

Menurutnya, kebijakan hunian saat ini sebaiknya dikaji ulang dengan baik dan mempertimbangkan dampak keseluruhannya.

“Kebijakan tambal sulam ini menjadi ajang coba-coba yang akan membingungkan dan mengganggu bisnis properti secara umum,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengusulkan agar pemerintah mengenakan pajak tinggi pada pembangunan rumah tapak atau landed house. Tujuannya adalah mendorong masyarakat beralih ke hunian vertikal seperti apartemen dan rumah susun.

“Seluruh dunia sekarang ini tidak ada lagi landed house di perkotaan dan kita harus hentikan landed house di perkotaan karena kita sudah tidak punya tanah,” ujar Fahri di Jakarta, Selasa (3/6).

Meski demikian, ia mengakui bahwa Indonesia belum memiliki kebiasaan atau tradisi tinggal di hunian vertikal, oleh karena itu, Kementerian PKP akan terus mengkampanyekan jenis hunian tersebut.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement