REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpotensi menguat seiring tekanan yang tengah dialami perekonomian Amerika Serikat (AS).
Data Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) AS untuk April tercatat sebesar 7,39 juta, lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 7,2 juta. Namun, pada saat yang sama, data pesanan pabrik (Factory Orders) periode yang sama justru turun menjadi minus 3,7 persen (month-to-month), jauh dari ekspektasi sebesar 3,4 persen.
"Data ekonomi AS yang dirilis semalam muncul beragam. Data pesanan pabrik mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan data jumlah lowongan pekerjaan AS dirilis lebih bagus dari proyeksi, menunjukkan penambahan jumlah lowongan di tengah kemerosotan ekonomi AS akibat kenaikan tarif impor," ujar Ariston di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Ariston menilai bahwa data tersebut mencerminkan tekanan yang masih membayangi ekonomi AS, sehingga mendorong pelemahan dolar AS.
Ia menambahkan bahwa situasi fiskal di Negeri Paman Sam, terutama terkait potensi peningkatan defisit anggaran dan rencana kenaikan plafon utang, turut menambah beban terhadap nilai tukar dolar AS.
"Rupiah bisa menguat atau paling tidak masih konsolidasi di sekitar Rp 16.200–Rp 16.300 hari ini terhadap dolar AS," ungkap Ariston.
Pada pembukaan perdagangan Rabu pagi, nilai tukar rupiah tercatat menguat sebesar 9 poin atau 0,05 persen ke level Rp 16.300 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp 16.309 per dolar AS.