Ahad 20 Apr 2025 02:19 WIB

SLIK Hambat Masyarakat Mengakses Pembiayaan Perumahan

Tahun ini pemerintah akan menaikkan kuota FLPP dua kali lipat

Pekerja berjalan di proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Pekerja berjalan di proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) menyambut baik upaya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) meminta kejelasan aturan kredit bagi calon konsumen yang memiliki kredit non-lancar pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). SLIK dinilai masih menjadi salah satu hambatan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mengakses pembiayaan perumahan lewat perbankan.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Himperra Ari Tri Priyono di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Himperra 2025 yang berlangsung di Yogyakarta. “Kenyataan di lapangan, teman-teman pengembang mendapatkan beberapa hambatan karena bank sulit menyetujui calon pembeli yang berstatus rendah di SLIK," ungkapnya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (19/4/).

Baca Juga

Padahal dalam aturan OJK, tidak ada ketentuan yang melarang pemberian kredit/pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar. "Kami ingin ada solusi dari masalah itu,” ujar Ari menambahkan.

Pada kesempatan tersebut, Ari juga mendukung rencana kebijakan Kementerian PKP untuk memperluas kebijakan maksimal penghasilan MBR sebesar Rp 12 juta untuk lajang, dan Rp 14 juta untuk yang sudah menikah. Kebijakan itu akan memperluas peluang MBR mendapatkan rumah, mulai dari rentang pendapatan Rp 3 juta hingga Rp 14 juta. "Kebijakan ini sangat baik,” ujarnya.

Terkait dukungan kebijakan itu, Himperra mengusulkan skema baru untuk kelompok sasaran berpenghasilan di atas Rp 8 juta sampai Rp 14 juta. Dengan begitu masyarakat yang ingin membeli rumah pada kisaran harga Rp 185 juta sampai Rp 400 jutaan, bisa juga menikmati insentif bunga murah.

"Suku bunga KPR-nya bisa 2-3 persen di atas suku bunga KPR subsidi yang berlaku saat ini. Kami yakin banyak yang tertarik,” katanya.

Ari yakin skema baru itu akan membuat konsumen milenial tertarik memiliki asset property. Selain angsuran terjangkau, cicilan flat, dan dapat rumah komersial yang secara lokasi, desain, dan kualitas lingkungan jauh lebih baik dari rumah FLPP.

Himperra juga sangat setuju dengan imbauan pemerintah untuk pembangunan perumahan FLPP berkualitas. Hal ini diwujudkan dengan membentuk Sekolah Himperra untuk membina dan mendidik anggota meningkatkan skill agar membangun rumah MBR berkualitas. "Himperra juga secara khusus menunjuk bidang khusus yang menangani penjaminan mutu dan kualitas pembangunan rumah," ucapnya.

"Ini semua dilakukan DPP untuk mendukung penuh program pembangunan rumah berkualitas dari program tiga juta rumah Presiden Prabowo," kata dia menambahkan.

Pada kesempatan yang sama Heru Pudyo Nugroho, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menjelaskan pemerintah juga akan meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dua kali lipat, yaitu sebanyak 440 ribu unit rumah sepanjang 2025. Di samping penyediaan pendanaan rumah komersil (harga rumah Rp 400 juta) dengan kuota hingga 100 ribu unit lewat mekanisme pasar.

“Dengan proyeksi kebutuhan pendanaan sebesar Rp 56,6 triliun, terdiri atas SBUM Rp 1,8 triliun, FLPP Rp 47 trilun dan SMF Rp 7,9 triliun,” ujar Heru menguraikan.

Direktur Consumer BTN, Hirwandi Gafar, mengatakan tambahan kuota FLPP menjadi dua kali lipat tahun ini merupakan kesempatan yang baik bagi masyarakat, pengembang dan perbankan. Dia meminta kalangan pengembang

terus meningkatkan kualitas pembangunan proyeknya, baik fisik bangunan maupun kenyamanan lingkungan. "Jangan sampai peningkatan kuantitas tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement