Ahad 13 Apr 2025 14:47 WIB

Tarif Trump Mengancam, DEN Dorong RI Pererat Kemitraan dengan China

Indonesia perlu mengelola dampak dari dinamika perdagangan.

Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Di tengah eskalasi kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu melihat adanya peluang strategis bagi Indonesia. Ia mendesak pemerintah untuk tidak hanya fokus pada diplomasi dengan AS, tetapi juga secara aktif membangun kemitraan yang lebih erat dengan China.

“Kita perlu melakukan diplomasi dan forward looking engagement tidak hanya dengan AS, tetapi juga dengan China,” kata Mari Elka dalam kegiatan The Yudhoyono Institute (TYI) bertajuk “Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global” di Jakarta, Ahad (13/4/2025).

Baca Juga

Dia mengatakan China akan menghadapi AS dan pada saat yang sama, akan berusaha membangun hubungan dengan ASEAN.

“Menurut saya, kita harus bernegosiasi dengan iktikad baik,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Mari Elka, Indonesia harus memperkuat sistem otonom sendiri melalui reformasi yang nyata.

Indonesia perlu mengelola dampak dari dinamika perdagangan yang bervariasi (trade diversion). Salah satu skenario yang mungkin terjadi yaitu banjir impor ke Indonesia akibat kurangnya kesiapan tata kelola dari peralihan barang-barang ekspor pasar AS.

Mari Elka berpendapat ASEAN perlu memberikan respons secara kolektif dan berfokus pada upaya membangun kepercayaan. Selain itu, dia juga mengingatkan pentingnya upaya memperkuat komitmen terhadap World Trade Organisation (WTO) dan reformasi domestik.

“Hal ini sebenarnya sudah terlihat dari upaya diplomasi yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto serta pernyataan-pernyataan terbaru dari para menteri ekonomi ASEAN,” katanya lagi.

Dia pun menekankan ASEAN harus menghindari pendekatan proteksionisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. ASEAN pun harus berfokus pada reformasi ekonomi domestik alih-alih pembatasan.

Meski begitu, ia juga mengingatkan pentingnya bagi Pemerintah Indonesia untuk lebih memprioritaskan kepentingan nasional. Setelah itu, baru meninjau bagaimana Indonesia bisa berkontribusi bagi tatanan regional dan global yang lebih besar, terutama sebagai wakil dari kawasan dan negara-negara berkembang.

“Saya yakin kita tetap bisa mengambil peran dalam hal ini, tapi semuanya harus dimulai dari reformasi dalam negeri kita sendiri,” tutur dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement