REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memproyeksikan dampak pengenaan tarif 32 persen oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia akan menekan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar kurang dari 1 persen.
“Kalau itu dijadikan 32 persen seperti rencana semula. Jadi besarannya kalau dihitung-hitung keseluruhan hanya kurang dari 1 persen terhadap PDB dampaknya,” ujar Mahendra dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK), Jumat (11/4/2025).
Mahendra menjelaskan perhitungan tersebut dilakukan berdasarkan skenario apabila tarif sebesar 32 persen benar-benar diberlakukan. Saat ini, Trump masih menunda kebijakan tersebut selama tiga bulan ke depan dan sementara ini hanya memberlakukan tarif 10 persen. Pemerintah Indonesia juga tengah melakukan proses negosiasi intensif untuk meredam dampak lanjutan.
Ia menilai kebijakan tarif perdagangan oleh Trump telah mengubah sistem perdagangan global yang selama ini diatur oleh perjanjian multilateral di bawah naungan World Trade Organization (WTO).
“Berhadapan dengan perubahan yang drastis tadi itu tentu risiko yang dialami adalah ketidakpastian yang kemudian berdampak kepada volatilitas kepada berbagai hal, termasuk kepada variabel-variabel, keuangan dan tentu pasar keuangan itu sendiri. Dan kita sudah lihat dalam 10 hari terakhir ini mengakibatkan dinamika yang sangat volatile,” jelasnya.
Menurut Mahendra, rasio perdagangan Indonesia terhadap PDB, termasuk ekspor dan impor, berada di kisaran 36–38 persen. Meski cukup tinggi, rasio ini tergolong kecil dibanding negara lain seperti Singapura yang mencapai 300 persen, Malaysia dan Thailand 125–150 persen, serta Filipina dan Vietnam 90–100 persen.
“Jadi artinya eksposur dari perekonomian Indonesia kepada internasional itu. Dan dari nilai ekspor Indonesia yang berada di kisaran 250 miliar dolar AS, ekspor Indonesia ke AS itu kisarannya 10 persennya atau bisa dikatakan tidak lebih dari 35 persennya. Dengan kata lain keseluruhannya 4–5 persennya yang akan terpengaruh terhadap penetapan tarif,” ungkap Mahendra.
Ia menegaskan, OJK akan mendukung penuh langkah pemerintah dalam proses negosiasi dengan Amerika Serikat agar tercapai solusi yang saling menguntungkan kedua belah pihak dan menjaga keseimbangan neraca perdagangan.
“Selama ini Indonesia surplus tinggi. Jadi Indonesia bisa melakukan diversifikasi dari sumber impornya sehingga neraca perdagangan dengan Amerika berimbang tanpa kemudian Indonesia sendiri secara total harus meningkatkan jumlah impornya,” tuturnya.