REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada hal menarik dalam pidato Presiden Prabowo Subianto dan pidato Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden, Selasa (8/4/2025). Di dalam dua pidato yang berdekatan, Presiden membahas soal swasembada pangan, sementara Menko Perekonomian justru membahas soal membuka keran impor sejumlah komoditas seluas-luasnya. Kok bisa?
Acara sarasehan dihelat untuk mempertemukan pemerintah dan para pemangku kepentingan ekonomi nasional. Hadir di acara tersebut adalah presiden dan para menteri, kelompok pengusaha, kelompok petani dan nelayan, kelompok pekerja dan buruh, hingga ke akademisi universitas dan ekonom.
Pidato pembukaan Presiden menegaskan kembali soal komitmen pemerintahannya menjalankan perekonomian berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Presiden menekankan ekonomi Indonesia harus berketuhanan, harus mengandung persatuan Indonesia.
"Kita tidak mau pertumbuhan-pertumbuhan ekonomi tapi Indonesia bubar, tidak mau!" kata Prabowo dengan nada tegas. "Kita tidak mau menjual kekayaan kita dengan murah, kita tidak mau menjual tanah kita kepada bangsa asing dengan murah!" kata Kepala Negara.
Ia menambahkan, pemerintahannya tidak mau meninggalkan kelompok masyarakat yang lemah. Tidak mau melihat kelompok miskin disuruh bersaing dengan kelompok yang kuat. Karena itu tidak sesuai dengan dasar kerakyatan dan tujuan terakhirnya adalah keadilan sosial.
"Bahwa ekonomi kita asasnya adalah kekeluargaan! Saya ulangi, perekonomian kita asasnya adalah kekeluargaan! Tidak boleh ada yang lapar di republik merdeka 80 tahun. Tidak boleh ada yang tinggal tinggal di bawah kolong jembatan, ini menusuk rasa keadilan. Tidak boleh ada orang yang tidak makan."
Karena itu pemerintahannya, lanjut Prabowo, membuat rangkaian strategi pembangunan. Strategi ini sejalan dengan arahan PBB terutama terkait pembangunan berkelanjutan di sektor makanan, air, energi dan lainnya. Prabowo menekankan Indonesia menyasar pada swasembada energi, swasembada pangan, manajemen air yang baik dan industrialisasi.
"Sejak dulu saya sudah ingatkan, mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri!" kata dia.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berpidato usai Presiden. Dalam pidatonya, Menko Perekonomian memaparkan kondisi perekonomian terkini, termasuk dampak dari pengenaan tarif impor AS ke perekonomian dalam negeri.
Airlangga menekankan, Presiden Prabowo amat serius terhadap merespons peluang pasar AS. Karena itu, sebagai respons atas tarif impor AS, pemerintah RI sudah mengirim surat resmi dan segera bertemu dengan perwakilan pemerintah AS.
"Presiden Prabowo juga telah menyetujui pembelian produk pertanian dari AS seperti soybean (kacang kedelai) dan wheat (gandum)— yang tidak diproduksi di dalam negeri — untuk menjaga keseimbangan neraca dagang. Pemerintah juga akan membeli LPG dan LNG dari AS melalui relokasi, bukan penambahan volume, sehingga tidak membebani APBN," kata Airlangga, memaparkan.
Pemerintah, lanjut Menko Perekonomian, telah melakukan sosialisasi kepada berbagai asosiasi pelaku usaha seperti KADIN, Apindo, dan lebih dari 100 asosiasi lainnya, termasuk perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia. Mereka memiliki kepentingan agar tetap bisa mengekspor ke AS, dan mereka juga mendukung langkah Indonesia dalam negosiasi tarif.
Ia paparkan, beberapa produk Indonesia seperti emas, tembaga, dan furnitur tidak dikenakan tarif tinggi karena AS sedang berselisih dagang dengan Kanada dan butuh sumber alternatif. Ini membuka peluang Indonesia untuk melakukan hilirisasi dan masuk ke pasar AS, terutama melalui alas kaki dan pakaian yang tidak dianggap produk strategis oleh AS.
Bahkan, kata dia, perusahaan seperti Nike sudah menghubungi langsung pemerintah Indonesia untuk memastikan kelangsungan produksi dan ekspor mereka dari Indonesia.