REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq memerintahkan penghentian kegiatan usaha yang memicu bencana di Cijeruk dan Sukabumi. Kementerian LH menemukan sejumlah pelanggaran serius yang berkontribusi terhadap bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup," kata Hanif dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup menemukan bencana banjir di Desa Cijeruk disebabkan pembangunan tanpa izin di wilayah hulu Sungai Cibadak. Kementerian LH mengidentifikasi dua kegiatan usaha sebagai penyebab utama kerusakan lereng dan meningkatnya debit air bercampur sedimen ke sungai.
Pertama, pembukaan lahan yang dilakukan PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) di lahan seluas hampir 40 hektare untuk proyek ekowisata. Pembukaan badan jalan sepanjang 1,5 km dengan lebar 10 meter dilakukan tanpa dokumen lingkungan maupun izin berusaha. PT BBS juga tidak melakukan pengelolaan air larian (run off) dari lahan terbuka, sehingga meningkatkan risiko erosi dan aliran lumpur ke sungai.
Kedua, pembangunan hotel kabin yang dilakukan PT Amoda (Awan Hills) di area lereng yang curam. Pembangunan ini dilakukan tanpa persetujuan lingkungan. Jalan akses yang dibangun terhubung langsung dengan jalan milik PT BSS. Total area bukaan lahan mencapai 1,35 hektare, dengan indikasi kuat terjadinya longsor di beberapa titik yang berdekatan dengan mata air Sungai Cibadak.
Kementerian LH mengatakan kondisi-kondisi tersebut tidak hanya menunjukkan pelanggaran terhadap ketentuan perizinan. Tetapi juga potensi kerusakan ekosistem hulu yang krusial bagi pengendalian banjir dan ketersediaan air bersih di wilayah hilir.
KLH/BPLH juga menemukan sejumlah pelanggaran di Sukabumi, khususnya pada kegiatan pertambangan dan peternakan skala besar. Kementerian menemukan CV Java Pro Tam yang tidak lagi beroperasi sejak 2022, meninggalkan lahan bekas tambang seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi.
Padahal, dana jaminan reklamasi telah disetor sejak 2014. Berdasarkan asas contrarius actus, KLH/BPLH akan meminta Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi segera.
Kementerian menemukan CV Duta Lima melakukan penambangan zeolit dan batu gamping di dua lokasi berbeda. Temuan lapangan menunjukkan aktivitas pengolahan dilakukan tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan. Perusahaan itu melanggar kaidah-kaidah pertambangan: tidak membangun kolam endap lumpur, mengakibatkan erosi yang menyebabkan longsor, serta tidak melakukan pemantauan kualitas air dan udara.
PT Japfa Comfeed yang memiliki lahan peternakan ayam seluas 60 hektare dan membangun 32 kandang aktif belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO). Meskipun telah mengantongi beberapa izin, pengelolaan limbah B3 perusahaan itu juga belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Kementerian LH mengungkapkan serangkaian langkah untuk meningkatkan perlindungan lingkungan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Dalam pernyataannya, Kementerian mengatakan telah memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda. Keputusan ini diambil sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kementerian akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pemerintah daerah untuk memastikan bahwa reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilakukan secara tuntas dan efektif. Kementerian juga menegaskan akan menerapkan sanksi administratif dan/atau pidana lingkungan hidup terhadap setiap pelanggaran yang terbukti membahayakan ekosistem dan masyarakat sebagai langkah yang diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelanggar.
Dalam upaya menjaga kawasan rawan bencana, kementerian akan meningkatkan pengawasan lintas sektor. Termasuk pendekatan kolaboratif dengan masyarakat, akademisi, dan media untuk menciptakan kesadaran dan tindakan bersama dalam menjaga lingkungan.
"Kami tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh pembangunan yang bertanggung jawab, yang menghargai alam," kata Hanif.
Dalam pernyataannya KLH/BPLH mengatakan pembangunan harus berpihak alam sebagai ekosistem terpadu yang menyokong kehidupan manusia.