REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai Presiden RI Prabowo Subianto tidak bisa menganggap remeh kondisi anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sebab, menurut analisisnya, kemerosotan pergerakan IDX bisa berdampak besar untuk program prioritas Prabowo, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Anjloknya IHSG bisa menjadi alarm bahaya bagi kemampuan negara membiayai masa depan, termasuk program-program Prabowo sendiri,” ujar Achmad dalam keterangannya kepada Republika, Rabu (19/3/2025).
Achmad menuturkan, IHSG bukanlah sekedar tentang kerugian investor, tetapi juga mengenai kepercayaan global terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Penurunan yang dalam pada IHSG menjadi indikasi kuat bahwa investor asing mulai menarik dana besar-besaran, mencapai Rp 26,9 triliun secara tahun berjalan (ytd). Para investor khawatir dengan risiko ekonomi Indonesia, seperti melemahnya rupiah, defisit anggaran yang melebar, dan atau ketegangan politik.
Achmad menyebut, ketika kepercayaan investor asing turun, imbasnya langsung terasa ke Surat Berharga Negara (SBN). Yield SBN (imbal hasil utang pemerintah) akan melonjak karena investor meminta ‘harga lebih mahal’ untuk meminjamkan uang ke Indonesia.
“Jika sebelumnya yield SBN 10 tahun sekitar 5 persen, investor mungkin menuntut 7 persen atau lebih karena melihat Indonesia lebih berisiko. Akibatnya, utang pemerintah jadi lebih mahal, dan anggaran untuk program-program seperti makan gratis atau infrastruktur bisa tergerus untuk bayar bunga utang,” jelasnya.
Menurut Achmad, utang yang makin mahal akan mengancam program-program sosial. Hal itu akan menjadi beban tersendiri bagi pemerintah dalam menjalankan program-program prioritasnya.
“Bayangkan jika yield SBN naik 1 persen saja, pemerintah harus mengeluarkan tambahan triliunan rupiah hanya untuk membayar bunga utang. Dana yang seharusnya dipakai untuk membangun sekolah, memberi makan anak-anak, atau subsidi listrik, malah ‘kabur’ ke kantong investor asing,” ungkapnya.
Kondisi itu dinilai bak lingkaran setan. Mulai dari fase kepercayaan yang turun, berimbas pada utang makin mahal, lalu anggaran sosial dipotong, menyebabkan rakyat menderita, lantas kepercayaan makin turun. Begitu seterusnya.
“Prabowo sendiri punya rencana besar seperti program makan bergizi yang butuh dana Rp 400 triliun lebih. Jika SBN yield terus naik karena pasar khawatir, dari mana uangnya? Pemerintah terpaksa memilih: utang lebih dalam, dengan bunga tinggi, atau mengurangi skala program. Keduanya tidak ideal,” terangnya.

Achmad mewanti-wanti jika Prabowo benar-benar menganggap bahwa ancaman anjloknya IHSG hanya semacam gertakan. Sebab, menurut penuturannya, faktor eksternal seperti kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) bisa menjadi bumerang. Trump dikenal suka memicu perang dagang, dan jika Indonesia kena imbas, ekspor bisa terhambat.
“Nilai rupiah yang sudah melemah 0,6 persen sejak Januari bisa semakin tertekan, membuat harga SBN Indonesia di mata asing makin tidak menarik. Belum lagi lembaga rating seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs yang memangkas penilaian saham Indonesia. Ini seperti ‘stempel merah’ yang membuat investor berpikir dua kali sebelum menaruh uang di Indonesia,” jelasnya.
Achmad mengingatkan bahwa, jika IHSG terus jatuh, imbasnya akan nyata ke seluruh rakyat, bukan sekedar pemegang saham. Indonesia bisa saja terjebak dalam krisis biaya utang yang mencekik. Dan lantas program-program prioritas Prabowo hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.
“Jangan sampai niat baik menghidupi rakyat malah terhambat karena keuangan negara terkunci oleh bunga utang yang membengkak,” ujarnya.
View this post on Instagram