REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Harga minyak dunia diperdagangkan lebih tinggi pada Senin (17/3/2025) waktu setempat setelah Amerika Serikat berjanji untuk terus menyerang Houthi Yaman hingga kelompok bersenjata itu mengakhiri serangannya terhadap kapal-kapal yang melintas di Laut Merah. Sementara itu, data ekonomi Cina memicu harapan akan permintaan yang lebih tinggi akan minyak.
Presiden AS Donald Trump melancarkan serangan militer terhadap Houthi pada Sabtu (15/3/2025) yang baru saja mengumumkan akan menjadikan kapal-kapal terafiliasi dengan Israel yang melintasi Laut Merah, sebagai target. Seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa kampanye itu mungkin berlanjut selama berpekan-pekan.
Ancaman tersebut mempengaruhi harga minyak mentah berjangka Brent yang naik 63 sen, atau 0,9%, menjadi 71,21 dolar AS per barel pada pukul 10.17 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 62 sen, atau 0,9%, menjadi 67,80 dolar AS per barel.
Data ekonomi Cina juga mendukung lonjakan harga minyak. Pertumbuhan penjualan eceran meningkat pesat selama Januari-Februari menjadi pertanda yang baik bagi para pembuat kebijakan yang berupaya meningkatkan konsumsi domestik, meskipun pengangguran meningkat dan produksi pabrik menurun.
"Harga minyak diuntungkan oleh data ekonomi Cina yang lebih baik dari perkiraan, lebih banyak langkah stimulus potensial di Cina, dan ketegangan baru di Timur Tengah, meskipun sejauh ini masih belum ada gangguan pasokan," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Pasar minyak memiliki "latar belakang fisik yang relatif sehat," kata Tamas Varga dari pialang PVM, mengutip premi di mana kontrak minyak jangka pendek diperdagangkan dibandingkan dengan kontrak untuk pengiriman selanjutnya, suatu struktur yang dikenal sebagai backwardation."Penurunan tetap menarik, meskipun peluang pembelian jangka pendek dalam lingkungan ekonomi makro yang menakutkan," kata dia.

Minyak naik sedikit pekan lalu, meskipun Brent masih turun hampir 5% tahun ini karena kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global yang didorong oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan negara-negara lain.
Rencana produsen minyak OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mulai April juga telah menekan harga. Namun, prospek sanksi AS yang lebih ketat terhadap Iran lebih dari sekadar mengimbangi peningkatan produksi OPEC+ secara bertahap, kata Ole Hansen dari Saxo Bank.
Hansen menyatakan, rencana Cina untuk meningkatkan konsumsi dan risiko Laut Merah yang baru mendukung pasar pada Senin. Prospek perdamaian di Ukraina juga telah membebani harga. Presiden AS Donald Trump mengatakan ia berencana untuk berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Selasa untuk membahas cara mengakhiri perang Ukraina.