Rabu 19 Feb 2025 16:05 WIB

ESDM Perkirakan Izin Ekspor Freeport Dapat Kepastian pada Februari

Saat ini sudah ada pembahasan terkait relaksasi izin ekspor konsentrat.

Pekerja melakukan perbaikan di lokasi fasilitas gas cleaning plant dan sulfuric acid plant Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Kamis (6/2/2025). Fasilitas Smelter PTFI yang mengalami kebakaran pada Senin 14 Oktober 2024 tersebut direncanakan mulai beroperasi kembali pada akhir Juni 2025 dan secara bertahap akan mencapai tingkat produksi 100 persen pada akhir tahun 2025.
Foto: ANTARA FOTO/Rizal Hanafi
Pekerja melakukan perbaikan di lokasi fasilitas gas cleaning plant dan sulfuric acid plant Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Kamis (6/2/2025). Fasilitas Smelter PTFI yang mengalami kebakaran pada Senin 14 Oktober 2024 tersebut direncanakan mulai beroperasi kembali pada akhir Juni 2025 dan secara bertahap akan mencapai tingkat produksi 100 persen pada akhir tahun 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan kepastian soal relaksasi izin ekspor kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) akan diberikan pada Februari 2025. Saat ini sudah ada pembahasan terkait pemberian relaksasi izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PTFI).

“Kemungkinan (bulan ini),” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno ketika ditemui setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR di Jakarta, Rabu (19/2/2025).

Baca Juga

Izin ekspor konsentrat tembaga telah berakhir sejak 31 Desember 2024. Akan tetapi, pada Oktober 2024, terjadi kebakaran yang menimpa unit pengolahan asam sulfat di smelter milik Freeport di Gresik.

Insiden tersebut menyebabkan Freeport belum bisa melakukan produksi lantaran operasional milik Freeport di Gresik terhenti sementara waktu. Hal tersebutlah yang melandasi Freeport mengajukan perpanjangan ekspor ke pemerintah.

Berdasarkan hasil investigasi, kebakaran di unit pengolahan asam sulfat tersebut dinyatakan tidak disebabkan oleh kelalaian maupun kesalahan pekerja. Kebakaran smelter itu pun dikategorikan sebagai kondisi kahar.

Dengan dinyatakannya kondisi kahar, berdasarkan IUPK PTFI, ekspor dapat dilakukan karena kondisi kahar. “Itu keputusannya (relaksasi) lewat rakor (rapat koordinasi) dan lewat ratas (rapat terbatas), bukan di Kementerian ESDM saja,” kata Tri.

Sebelumnya, Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menyampaikan salah satu dampak finansial apabila tidak ada ekspor konsentrat adalah turunnya pendapatan negara sekitar 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp65 triliun.

Hilangnya pendapatan negara tersebut disebabkan oleh 1,5 juta dry metric ton (dmt) konsentrat yang tidak dapat dimurnikan di dalam negeri, karena dampak terhentinya operasi smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.

Oleh karena itu, sesuai dengan IUPK PTFI yang berlaku, Tony meminta agar konsentrat dapat diekspor apabila terjadi keadaan kahar. “Namun, diperlukan penyesuaian Permen ESDM untuk mengatur ekspor, karena keadaan kahar ini,” ujarnya pula.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement