REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tagar #Kaburajadulu terus mencuat beberapa waktu belakangan, diserukan anak-anak muda yang kecewa atas kondisi perekonomian dan politik negara saat ini. Guru Besar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali mengatakan, ia banyak mendengar suara-suara kekecewaan dari masyarakat, khususnya pelaku usaha muda di start up di Indonesia.
Menurut Rhenald, usaha mereka kerap diganggu para preman. Aksi premanisme jelas menghalangi kreasi yang berpotensi tercipta dari sisi bisnis. Keadaan demikian, kata dia, harus segera menjadi perhatian pihak berwenang. Pasalnya, jika terus dibiarkan bisa terus mengganggu iklim investasi.
"Orang kalau mau buka usaha sekarang, juga takut dengan preman. Preman bisa segel usaha kita, dan didiamkan. Ini tentu sangat mengganggu pikiran publik yang mau investasi. Asing juga tidak selalu ingin investasi di sini," kata Rhenald dalam video yang diunggah di media sosial miliknya, dikutip Selasa (11/2/2025).
Ia melihat isu tersebut berdampak ke berbagai sisi. Paling terasa di sektor lapangan kerja. Tanpa adanya investasi, lapangan kerja menjadi sangat terbatas. Alhasil, muncul fenomena anak-anak muda ingin berpetualang ke luar negeri. Terutama yang berusia antara 19-30 tahun. Situasi demikian mengundang beragam reaksi.
Ada pihak yang melihat para pemuda tersebut kurang nasionalis. Di sisi lain, ada yang mencoba memahami. Untuk pandangan kedua, dikarenakan setiap warga negara dinilai punya hak untuk mencari pekerjaan yang layak, dan pindah kemanapun mereka suka.
Rhenald mengaku didatangi seorang anak muda pendiri start up. Mereka berdiskusi. Dari cerita anak muda tersebut, ia mendapati informasi ada pihak-pihak yang meminta kickback (imbalan atau insentif keuangan) saat para pebisnis mau memulai usahanya.
"Mereka juga kecewa karena sekarang kalau mau jualan itu diminta kickback. Waduh, potongannya banyak. Dan mereka juga was-was, takut juga nanti kalau mereka ditangkap oleh KPK atau Kejaksaan karena dianggap menyogok. Jadi memang terdapat banyak tekanan disini," ujar Guru Besar Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi UI itu.
Cerita-cerita tersebut, bisa saja menambah runyam iklim investasi. Apalagi ada aksi premanisme yang menjadi penghalang. Akibatnya, meski pro-kontra, orang-orang mulai melihat daya tarik di luar negeri.
"Kanada itu mempunyai jalur untuk visa express, bagi orang yang mau kerja disana. Juga mereka menghindari percaloan dan lain sebagainya, jadi lebih mudah untuk tenaga-tenaga terampil," jelas Rhenald.
Pun demikian dengan Jepang. Pemerintah negeri matahari terbit membuka pintu lebar-lebar bagi warga asing. Itu karena jumlah penduduk lokal di sana terus berkurang.
"Lalu juga kemudian negara di sekitar kita. Apakah itu Singapura, apakah itu negara-negara ASEAN yang bagus-bagus. Vietnam aja sekarang bagus, dan pasti butuh tenaga kerja. Demikian pula negara-negara Eropa lainnya," kata Rhenald.
Ia menilai Indonesia harus benar-benar serius menyikapi situasi ini. Jika tak segera dibenahi, bisa kehilangan banyak tenaga terampil, juga para investor. Pasalnya kesempatan berusaha di belahan dunia lain, terbuka lebar.
Praktik pungli di masyarakat memang sangat kental terjadi, yang pelakunya juga tidak lain adalah kelompok masyarakat itu sendiri. Maka tidak heran ketika warganet menyebut Indonesia sebagai negara pungli karena menggantungkan hidup pada aksi-aksi ilegal sedemikian.