Kamis 23 Jan 2025 16:31 WIB

Investasi Airtag Apple tak Sampai 1 Miliar Dolar AS, Sudah Bisa Jual Iphone 16?

Pabrik tersebut diperkirakan bisa memasok sekitar 60 persen kebutuhan AirTag global.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Logo Apple.
Foto: AP Photo/Matthias Schrader
Logo Apple.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apple berencana membangun pabrik di Batam untuk produksi AirTag, aksesoris iPhone dengan nilai investasi sebesar 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Pabrik tersebut diperkirakan bisa memasok sekitar 60 persen kebutuhan AirTag global dan berproduksi mulai 2026. Fasilitas produksi ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang. Akan tetapi, nilai investasi tersebut justru diragukan oleh Kementerian Perindustrian.

"Berdasarkan assessment teknokratis kami, nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya 200 juta dolar AS. Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai investasi 1 miliar dolar AS dalam proposal yang disampaikan Apple kepada kami,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangannya di Jakarta, dikutip, Kamis (23/1/2025).

Baca Juga

Berdasarkan perhitungan teknokratis Kemenperin, komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak dapat dimasukkan sebagai capital expenditure (capex)  investasi. Nilai investasi diukur hanya dari capex, yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi. Dengan masuknya proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku dalam investasi oleh pihak Apple, itu melambungkan nilai investasi lebih tinggi sampai 1 miliar dolar AS, padahal riil-nya hanya 200 juta dolar AS.

“Jika nilai investasi Apple sebesar 1 miliar dolar AS itu benar-benar untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu lebih baik lagi. Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi 1 miliar dolar AS, tentu akan sangat besar sekali,” ujar Febri.

Ia memaparkan, dalam negosiasi pada 7 Januari 2025 tersebut, pihak Apple menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam capex. Tim negosiasi Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex. Pengukuran capex menggunakan tiga variabel, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi produksi.

Investasi Apple pada periode 2020-2023 juga belum sepenuhnya mematuhi Permenperin Nomor 29 Tahun 2017, yang telah memberikan fasilitas bagi Apple untuk menjual produknya di Indonesia. Apple terbukti dan mengakui bahwa mereka masih punya utang komitmen investasi senilai 10 juta dolar AS pada periode 2020-2023 yang jatuh tempo pada bulan Juni 2023. Berdasarkan Permenperin tersebut, ketidakpatuhan dapat menyebabkan Apple dikenai sanksi penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, bahkan pencabutan sertifikat TKDN HKT yang mengakibatkan produk Apple tidak bisa diperdagangkan di Indonesia.

Febri mengatakan, dari tiga sanksi tersebut, Kemenperin memilih sanksi paling ringan, yaitu penambahan modal investasi skema tiga pada proposal periode 2024-2026. Sanksi ini juga telah disampaikan dalam counter proposal Kemenperin dalam negosiasi dengan Apple. Febri mengatakan, Kemenperin menjatuhkan sanksi yang paling ringan sekaligus kemudahan bisnis bagi Apple untuk segera membangun fasilitas produksi HKT-nya di Indonesia. “Tapi, jika Apple belum patuh juga kami pertimbangkan sanksi lebih berat lagi,” tegasnya.

Sayangnya, sampai saat ini Kemenperin belum menerima revisi proposal dari Apple, dengan alasan masih memerlukan waktu untuk merevisi proposal tersebut. Kemenperin belum bisa mengeluarkan sertifikat TKDN bagi produk HKT Apple terutama iPhone 16 series. Akibatnya, TPP (Tanda Pengenal Produk) semua produk HKT Apple juga belum bisa diterbitkan. Dengan demikian, sehingga semua produk HKT Apple belum bisa diperdagangkan di Indonesia, termasuk iPhone 16 series.

Febri mengatakan, sebenarnya tidak ada halangan bagi Apple untuk membangun fasilitas produksi HKT di Indonesia. Apple memiliki kemampuan finansial dan pengaruh yang besar untuk membawa supplier Global Value Chain ke Indonesia. Begitu juga iklim berbisnis, kemampuan SDM, dan ekosistem teknologi tinggi di Indonesia juga menjadi nilai lebih bagi Apple untuk masuk ke Indonesia.

"Hal-hal yang menghambat Apple membangun fasilitas produk di Indonesia hanya klaim hipotetis yang diajukan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk para pengamat. Pihak Apple dalam negosiasi menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu untuk pembangunan fasilitas produksi HKT di Indonesia, juga untuk membawa GVC mereka masuk ke sini,” tuturnya.

Kemenperin juga menyayangkan pandangan yang menyatakan bahwa Apple tidak berinvestasi di Indonesia karena birokrasi berbelit-belit, kemampuan SDM rendah, maupun belum tersedianya ekosistem industri berteknologi tinggi di Indonesia. Menurut Febri, Apple sudah berbisnis dan berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2017 dengan menggunakan fasilitas investasi yang diatur dalam Permenperin Nomor 29 Tahun 2017. “Itu artinya, tidak ada birokrasi yang berbelit-belit yang mempersulit bisnis Apple di Indonesia. Hingga tahun 2024, juga tidak ada komplain dari Apple terkait birokrasi dan regulasi di Indonesia,” imbuhnya.

Bahkan, banyak investor yang sudah membangun ekosistem produksi teknologi tinggi di Indonesia saat ini. “Bagi kami, ini membuktikan bahwa tidak ada masalah ekosistem teknologi tinggi pada sistem produksi manufaktur Indonesia. Ekosistem tersebut sudah ada dan bisa dimanfaatkan oleh perusahaan teknologi tinggi global seperti Apple di Indonesia,” ujar Febri.

Ia mengatakan, terdapat pula pengamat yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masih rendah, dibandingkan dengan IPM negara lain sebagai penyebab Apple tidak kunjung berinvestasi di Indonesia. Anggapan ini juga sulit diterima oleh akal sehat karena menjadikan IPM sebagai tolak ukur investasi.

“Kalau ukuran SDM dijadikan sebagai penarik investasi, pengamat tersebut harus menggunakan kualitas SDM di bidang teknologi informasi (IT) atau yang terkait dengan produksi produk berteknologi tinggi yang berasal dari perguruan tinggi sebagai ukuran. Kami pikir banyak lulusan IT dari perguruan tinggi terbaik di Indonesia yang bisa mendukung kinerja fasilitas produksi HKT Apple nantinya. Kualitas mereka tidak kaleng-kaleng dan sangat menarik bagi investor asing,” pungkas Jubir Kemenperin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement