REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyampaikan hasil pendalaman yang dilakukan terhadap uang palsu yang sempat ramai beredar di Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan. BI menyebut, uang palsu tersebut memiliki kualitas yang rendah dan tidak sulit diidentifikasi.
“Sehubungan dengan pengungkapan kasus uang palsu di Gowa, Sulawesi Selatan, berdasarkan penelitian BI atas sampel barang bukti, teridentifikasi bahwa barang bukti tersebut merupakan uang palsu dengan kualitas yang sangat rendah dan sangat mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang),” kata Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim dalam keterangan resmi, Selasa (31/12/2024).
Marlison menjelaskan, uang palsu tersebut dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa, sehingga tidak terdapat pemalsuan menggunakan teknik cetak offset, sebagaimana berita yang beredar. Hal tersebut sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang.
Ia menyebut, tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, antara lain benang pengaman, watermark, electrotype, dan gambar UV hanya dicetak biasa menggunakan sablon, serta kertas yang digunakan merupakan kertas biasa. Uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu U berkualitas sangat rendah pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang rupiah asli.
“Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir untuk tetap dapat bertransaksi secara tunai, namun tetap perlu berhati-hati dan mengenali ciri-ciri uang asli dengan cara 3D,” terangnya.
Temuan uang palsu di 2024 menurun
Marlison juga menyampaikan mengenai perkembangan temuan uang palsu sepanjang 2024. Menurut penuturannya, tren penemuan uang palsu pada tahun ini mengalami penurunan.
“Berdasarkan data BI, temuan uang palsu menunjukkan tren yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya kualitas uang (bahan uang, teknologi cetak, dan unsur pengaman) yang semakin modern dan terkini, di samping terus digalakkannya edukasi cara mengenal ciri keaslian uang rupiah secara masif dan sinergi erat seluruh unsur Botasupal,” kata Marlison.
Sepanjang tahun 2024 rasio uang palsu tercatat sebesar 4 ppm (piece per million atau 4 lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar), atau terus menurun dari tahun ke tahun. Yaitu pada 2022 dan 2023 tercatat 5 ppm, 2021 tercatat 7 ppm, dan 2020 tercatat 9 ppm.
BI mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana uang rupiah. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pada Pasal 36 disebutkan setiap orang yang memalsu rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp10 miliar.
Selain itu, setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
“BI secara berkala berkoordinasi dengan seluruh unsur Botasupal (BIN, Polri, Kejaksaan, DJBC), perbankan, dan instansi terkait lainnya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan uang palsu,” tutup Marlison.