Jumat 20 Dec 2024 18:22 WIB

Perlu Terobosan Regulasi Agar Program 3 Juta Rumah Presiden Prabowo Tercapai

Salah satu tantangannya adalah masih belum matching antara permintaan dan suplai.

Himperra menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 2024 di Jakarta.
Foto: Himperra
Himperra menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 2024 di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diimbau membuat terobosan kebijakan agar program pembangunan 3 juta rumah yang dicanangkan Pemerintahan Prabowo bisa terwujud. Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) mengusulkan program 3 juta rumah juga menyentuh masyarakat berpenghasilan bulanan di bawah Rp 2 juta, serta masyarakat milenial berpenghasilan Rp 8 juta hingga Rp 15 juta per bulan.

Ketua Umum DPP Himperra, Ari Tri Piyono, mengatakan pasar properti di dua kalangan itu dinilai masih sangat besar. “Salah satu yang diusulkan Himperra adalah menambah basis penerima manfaat subsidi dengan menyasar ke desil 1-2 dengan pendapatan di bawah Rp 2 juta dan yang di atas desil 8 dengan pendapatan Rp 8 juta hingga Rp 15 juta," ujar dia.

Baca Juga

"Sehingga memungkinkan subsidi itu diberikan untuk yang di bawah Rp 75 juta dan juga di atas Rp 200 juta sampai Rp 500 juta. Tentu dengan bunga subsidi yang dibuat berjenjang,” kata Ari menambahkan. Himperra baru saja menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 2024 di Jakarta.

Usulan itu, Ari menilai, tepat diterapkan untuk program 3 juta rumah Presiden Prabowo. Untuk rumah di perdesaan dan pesisir, masyarakat rata-rata telah memiliki tanah, baik dari warisan atau pembelian sendiri. Mereka hanya perlu dana untuk membangun rumah atau sebagian untuk merenovasi rumah.

"Maka mereka mendapatkan program subsidi Rp 75 juta ke bawah dengan subsidi bunga 6-7 persen. Kalau ini dibuat tenor 30 tahun, maka paling mereka cukup mencicil Rp 400 ribu per bulan. Ini akan sangat membantu masyarakat di perdesaan,” ungkap Ari.

Himperra juga mengusulkan agar rumah di kisaran harga Rp 200 juta sampai Rp 500 jutaan di subsidi. Ari melihat rumah di kisaran harga itu memiliki pasar terbesar di kalangan milenial dan Gen Z yang jumlahnya bisa di atas 50 juta orang.

"Bunganya mungkin dibuat 8-9 persen sehingga pasar besar perumahan nasional kita itupun akan berbondong-bondong membeli rumah karena diperhatikan negara dan dapat subsidi," imbuhnya.

Jika pasar pembeli diperluas seperti usulan tadi, Ari berharap dari pasar subsidi ini akan menyumbang lebih dari satu juta rumah. "Berarti sudah sepertiga dari program 3 juta rumah,” ujarnya.

Belajar dari pengalaman selama ini, salah satu tantangannya adalah masih belum matching antara permintaan dan suplai di lapangan. Program 3 juta rumah itu, lanjut Ari, perlu memperhitungkan kesesuaian permintaan dan suplai. Kalau hanya mengandalkan permintaan dari konsumen KPR-FLPP, penyerapan rumah subsidi yang rata-rata 200.000-an unit per tahun sulit melonjak 5 kali lipat menjadi 1 juta unit per tahun.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menegaskan pemerintah siap membantu pengembang perumahan untuk mewujudkan program 3 juta rumah. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. "Kalau perlu ada MoU dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Dirjen Pajak untuk membantu kita,” kata dia.

Menurutnya perlu upaya tambahan membangun 2.742.569 unit rumah guna mencapai target program 3 juta rumah. Alokasi APBN 2025 untuk anggaran perumahan di kementerian sejumlah Rp 5,27 triliun untuk pembangunan 37.431 unit. Selain itu, alokasi pembiayaan rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sejumlah Rp 33,6 triliun untuk 220.000 unit.

“Kami mengusulkan agar ada tambahan menjadi 500.000 rumah atau bertambah 280.000 unit dengan komposisi baru 50:50 sehingga total anggaran Rp 49,22 triliun,” papar Maruarar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement