Ahad 08 Dec 2024 18:29 WIB

Kenaikan PPN 12 Persen Disepakati DPR, Begini Rasionalisasinya Menurut Banggar

Kenaikan PPN 12 persen diklaim untuk dorong ekonomi berkelanjutan

Ketua DPP PDIP yang juga Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua DPP PDIP yang juga Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Realisasi penerimaan pajak Indonesia per 31 Oktober 2024 tercatat sebesar Rp 1.517,53 triliun, hanya mencapai 76,3 persen dari target penerimaan pajak 2024.

Dengan sisa waktu yang terbatas di akhir tahun ini, tampaknya target penerimaan pajak akan sulit tercapai sepenuhnya.

Baca Juga

Hal ini memperlihatkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, terutama dalam mendanai berbagai program yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Di sisi lain, negara membutuhkan penerimaan pajak untuk membiayai berbagai program yang manfaatnya dikembalikan ke rakyat. Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah.

“Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata dia, dalam keterangannya ke media di Jakarta, Ahad (8/12/2024).

Dia mengatakan, meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN antara lain beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.

Selain itu, ada juga daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus.

Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas, susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas.

Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, danf atau dikemas atau tidak dikemas, dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

Said menegaskan selain barang barang diatas, semuanya dikenakan PPN menjadi 12 persen, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas.

Dia menyebut, hal ini bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.

BACA JUGA: AS-Israel Main Mata di Suriah dan Bangkitnya Pemberontak, Susul Gaza Lebanon?

Namun, kata Said, jika dalam kenaikan PPN hanya PPNBM saja yang dinaikkan, maka tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025. sebab PPNBM rata-rata saja sejak 2013-2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2 persen, hanya 1,3 persen (PPnBM dalam negeri + PPnBM Impor).

Dia menekankan, penerimaan pajak ini akan dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat, dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.

“Ini adalah wujud nyata negara berperan dalam distribusi kekayaan, memastikan pajak yang dipungut lebih besar dari mereka yang memiliki kapasitas lebih tinggi,” ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement