Ahad 01 Dec 2024 17:40 WIB

Kepala BKPM Yakin Indonesia Bisa Gaet Investasi Rp 2.000 Triliun

Tantangan dalam mencapai investasi pada 2025 ada di eksternal.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani menegaskan kinerja realisasi investasi pada triwulan III 2024 sangat dipengaruhi oleh kebijakan hilirisasi yang dijalankan secara konsisten oleh pemerintah.
Foto: BKPM
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani menegaskan kinerja realisasi investasi pada triwulan III 2024 sangat dipengaruhi oleh kebijakan hilirisasi yang dijalankan secara konsisten oleh pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan target investasi pada dua tahun mendatang. Angkanya mencapai hingga Rp 2.000 triliun. 

“Target investasi kita memang meningkat dibandingkan tahun ini yang kurang lebih Rp 1.650 triliun, tahun depan ditargetkan Rp 1.950 triliun, tahun 2026 lebih meningkat lagi menjadi Rp 2.200 triliun lebih,” kata Rosan kepada wartawan usai menghadiri acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), dikutip Ahad (1/12/2024).

Baca Juga

Rosan menyampaikan, angka tersebut berasal dari perhitungan berbagai sumber, termasuk dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI. Ia menyebut, pihaknya bersama dengan para stakeholder merancang langkah-langkah jitu untuk bisa mencapai target tersebut. 

“Jadi memang kita sudah mengantisipasi itu, dan langkah-langkah yang kita lakukan baik dari segi kebijakan dan regulasi sudah kita fokuskan untuk meningkatkan target investasi dalam maupun luar negeri,” tuturnya. 

Mengenai tantangan yang akan dihadapi, Rosan menyampaikan bahwa hal itu lebih banyak dari eksternal. Seperti kondisi tensi geopolitik di berbagai negara, serta kebijakan-kebijakan ekonomi negara adidaya yang mengarah pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global. 

Kendati demikian, menurut Rosan, seiring dengan adanya tantangan-tantangan tersebut, justru ada pula peluang atau kesempatan bagi Indonesia untuk meraup keuntungan, sejalan dengan sinergisitas antar pihak yang dibangun.   

“Tantangan tahun depan tentunya adalah yang di luar kontrol kami, contohnya geopolitik yang tensinya makin meningkat di ekonomi, tetapi di saat bersamaan kita juga selalu meyakini di Kementerian Investasi bahwa di setiap dinamika baik politik maupun ekonomi, seperti tensi antara AS dan China, itu tetap ada opportunity. Justru makin besar pada saat mereka harus realokasi pabriknya,” jelasnya. 

Oleh sebab itu, lanjut Rosan, pemerintah Indonesia perlu pro aktif untuk saling berkoordinasi. Dia berkaca dari beberapa tahun yang lalu, saat tensi geopolitik antara AS-China meningkat, Indonesia bukan negara terbesar di Asean yang memanfaatkan kondisi realokasi pabrik, tetapi hanya berada di posisi keempat atau kelima dari realokasi pabrik yang ada di dunia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement